RANGKUMAN SKRIPSI DARI INTAN
MAYASARI (F24103113) BERJUDUL PENERAPAN INTEGRATED MANAGEMENT SYSTEM
(ISO 9001, ISO 14001, DAN OHSAS 18001) STUDI KASUS PADA PRODUKSI KOPI INSTAN DI
PT. NESTLE INDONESIA – PANJANG FACTORY
INSTITUT
PERTANIAN BOGOR TAHUN
FAKULTAS
TEKNOLOGI PERTANIAN
2007
Sebagai Tugas Mata Kuliah Etika
Profesi
Di susun oleh :
EMALIA VIVIANA
32412481
4ID09
JURUSAN
TEKNIK INSUDTRI
FAKULTAS
TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
TANGERANG
2016
LATAR
BELAKANG
Skripsi yang dipilih untuk
dilakukan pangamatan adalah Skripsi mengenai penerapan standarisasi teknik di
sebuah perusahaan, terkait dengan standar teknik yang ada dan telah digunakan
oleh perusahaan diantaranya adalah ISO 9001, ISO 14001 dan OHSAS 18001. Latar
belakang dari Skripsi yang diamati yaitu Skripsi yang berjudul Penerapan
Integrated Management System (Iso 9001, Iso 14001, Dan Ohsas 18001) Studi Kasus
Pada Produksi Kopi Instan Di PT Nestle Indonesia Panjang Factory. Latar
belakang ini berisi mengenai penjelasan PT Nestle Indonesia Panjang Factory
sebagai tempat pengamatan dari hasil skripsi ini.
PT Nestle Indonesia
Panjang Factory merupakan pabrik yang memproduksi kopi instan dan mixes dengan
merek Nescafe. Bahan baku yang digunakan adalah biji kopi yang berasal dari
daerah Lampung dan wilayah lainnya. Nestle memiliki berbagai peralatan modern
guna menghasilkan produk yang berkualitas tinggi secara efisien. Dengan NQS,
Nestlé selalu memperhatikan dan mengusahakan tercapainya konsistensi mutu dan
kepuasan pelanggan yang selalu diperbaiki secara berkelanjutan melalui praktek
cara produksi yang baik dan benar, peningkatan skill dan kompetensi sumber daya
manusia, proses produksi yang ramah lingkungan dan selalu memprioritaskan
keselamatan dan kesehatan kerja (K3), serta pentaatan pada persyaratan
peraturan perundangan-undangan dan persyaratan lainnya yang berlaku. Perubahan
sistem manajemen dari internal Nestlé menjadi IMS disebabkan oleh faktor dari
luar dan dari dalam Nestlé sendiri. Faktor dari luar adalah adanya tuntutan
konsumen agar sistem manajemen internal Nestlé diubah menjadi sistem manajemen
yang berlaku secara internasional, baik terhadap mutu, keselamatan dan
kesehatan kerja, serta lingkungan. Faktor utama dari dalam diantaranya adalah
adanya beragam sistem yang berjalan bersamaan, berbeda area implementasi dan
tanggung jawab, serta konflik implementasi, pengendalian, dan pemeliharaan.
Dengan demikian IMS diharapkan dapat menjadi pendekatan yang sinergis, menghemat
waktu, usaha, dan biaya, mencegah konflik, pengulangan, dan duplikasi, serta
memudahkan pemeliharaan dokumen, sehingga akan terbentuk sistem yang
terstruktur dan terkendali. PT. NI - PF menganggap bahwa ISO merupakan standar
manajemen yang dinilai paling fair dalam perdagangan dunia. Oleh sebab itu, PT.
NI – PF perlu menginkorporasikan ISO 9001:2000 di dalam Integrated Management
System Nestlé sebagai standar sistem manajemen mutu dan ISO 14001:2004 sebagai
standar sistem manajemen lingkungan. Selain itu, PT. NI – PF juga menerapkan
standar sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja OHSAS (Occupational
Health and Safety Assessment Series) 18001:1999 yang diterbitkan oleh British
Standards Institution (BSI). OHSAS 18001 dikembangkan serta disesuaikan dengan
ISO 9001 dan ISO 14001 untuk memfasilitasi organisasi dalam mengintegrasikan
sistem manajemen mutu, lingkungan, dan K3 (BSI, 1999).
Pengamatan
terhadap skripsi ini juga dilakukan terhadap tujuan dari pembuatan skripsi ini
yaitu mengetahui sejauh mana implementasi IMS sudah terpenuhi dan kesesuaian
dengan penerapan pedoman yang digunakan di peruisahaan agar conditional improvement dapat
dilaksanakan. Mengetahui bagaimana ketiga sistem manajemen ISO dan OHSAS dapat
diimplementasikan secara efektif. Serta menguji hipotesa bahwa penerapan ISO
9001, ISO 14001, serta OHSAS 18001 berhasil dan dapat meningkatkan kinerja
perusahaan.
METODELOGI
Metodelogi penelitian yang digunakan
pada skripsi ini adalah dengan melakukan identifikasi masalah. Masalah yang ada
adalah bagaimana ketiga sistem manajemen dari ISO dan OHSAS tersebut dapat
diimplementasikan secara efektif. Alternatif solusi yang berupa strategi berupa
identifikasi bahaya dan aspek-aspek lingkungan, pelaksanaan objektif, target
dan program, pelaksanaan rencana mutu, sosialisasi, dokumentasi Nestlé Integrated Management System(NIMS),
kesiapan sumber daya
manusia, dan implementasi NIMS. Strategi-strategi
yang telah dibuat dan dilaksanakan kemudian diuji kinerjanya dengan audit
internal dan eksternal.
Audit internal dilakukan terlebih dahulu
daripada audit eksternal. Pada pelaksanannya, audit internal dilakukan sebanyak
dua kali, sedangkan audit eksternal dilakukan sebanyak satu kali. Selain itu,
akan dilaksanakan tinjauan manajemen sebanyak 2 kali dalam setahun. Temuan yang
didapat dari hasil audit terbagi menjadi tiga kategori, yaitu temuan mayor,
minor dan improvement. Temuan mayor diperoleh apabila ada klausul dalam ISO
maupun OHSAS yang tidak dipenuhi. Temuan ini sangat mempengaruhi mutu produk. Temuan
minor diperoleh apabila klausul-klausul sudah terpenuhi hanya saja pelaksanaannya
tidak efektif, sedangkan improvementberupa temuan yang tidak begitu berpengaruh
terhadap mutu produk, hanya saja akan lebih baik apabila temuan ini dilakukan
dengan semestinya. Dalam pelaksanaan audit, keefektifan implementasi IMS diukur
dengan tiga hal, yaitu dokumentasi, wawancara dan observasi. Persentase
dokumentasi yang harus dipenuhi adalah 100%, wawancara sebanyak 75% dari
target, serta 75% untuk observasi. Oservasi lapang dilakukan dengan cara
mengamati dan merekam seluruh proses produksi serta terlibat langsung dalam
kegiatan perusahaan untuk mendapatkan diagram alir proses secara rinci beserta aplikasi
sistem manajemen mutu di PT. NI–PF. Informasi yang diperoleh dari hasil
observasi lapang berupa informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan IMS
kepada IMS championsserta mengenai proses produksi kepada karyawan dan supervisordi
departemen produksi serta di departemen penunjang produksi untuk
mengidentifikasi “good practices” dan mendapatkan gambaran mengenai kesesuaian
standar yang digunakan dengan keadaan di lapangan. Studi pustaka dilakukan
dengan caramencari referensi dan literatur di internet, perpustakaan, serta
referensi yang dimiliki oleh perusahaan. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan
informasi, data pelengkap, dan pembanding mengenai integrated management systemuntuk mengetahui
kesesuaian penerapan yang telah dilakukan oleh PT. NI-PF sekaligus sebagai
masukan bagi perusahaan.
PROSES
PRODUKSI
Skripsi ini juga
memaparkan penjelasan mengenai proses produksi produk yang diteliti yaitu pembuatan
kopi Nescafe. Pada skripsi ini menjelaskan bahawa pada dasarnya pengolahan kopi
dari bahan baku hingga menjadi kopi yang dapat dikonsumsi mencakup 5 hal, yaitu
penyangraian, penggilingan, ekstraksi, evaporasi, dan pengeringan semprot
(spray drying).
1.
Penyangraian
Sebelum menuju proses
penyangraian, biji kopi (green coffee) harus melalui proses tippingterlebih
dahulu. Proses tippingbertujuan untuk memindahkan biji kopi dari karung ke
dalam silo, sesuai dengan kualitas kopi yang akan digunakan. Selain itu
dilakukan pembersihan biji kopi dari kotoran yang mungkin ada di dalam karung.
Kopi yang berada di dalam karung diletakkan ke lubang tipping. Bagian bawah dari lubang tipping terhubung dengan screw
conveyor, yang berfungsi untuk melakukan pemindahan biji kopi itu ke bawah
bucket elevator. Bucket elevator ini akan mengangkat biji kopi ke tempat yang
lebih tinggi di mana terdapat destoner. Bagian outlet dari bucket elevator ini
terhubung dengan inletdestoner. Di dalam destoner inilah dilakukan pemisahan
biji kopi dengan material lain seperti debu dengan cara dihisap oleh bag
filter, paku/logam dengan menggunakan magnet trap dan kayu atau serat lainnya
dengan cara vibrasi. Sesudah keluar dari destoner biji kopi tersebut ditiup
dengan menggunakan bloweruntuk menuju silo.
Gambar 1 Skema Proses Tipping
Pada tahap ini biji
kopi di sangrai dan diberikan panas yang berguna untuk mengoptimalkan aroma,
menghilankan kadar air dan kadar karbon dioksida serta akan meningkatkan ukuran
dan warna dari biji kopi tersebut. Penyaringan ini mengalirkan udara panas
dengan temperatur sangat tinggi. Setelah warna biji kopi yang diinginklan sudah
sesuai, maka proses selanjutnya adalah mendinginkan secara cepat dengan
menggunakan air untuk menghentikan proses penyangraian. Selain itu terdapat
fungsi penyaring juga yaitu untuk membentuk rasa yang diinginkan, untuk
membentuk warna dan tekstur. Penyangraian yang kurang sempurna dan penyangraian
yang berlebihan akan menurunkan kadar kopi untuk di ekstrak atau dapat disesbut
juga dengan extractability. Gamabar 2
menunjukkan hasil dari proses penyangraian, yang dapat dilihat perubahan warna
pada biji kopi.
Gambar
1 Proses Penyangraian Biji Kopi
2.
Penggilingan
Proses penggilangan ini bertujuan
untuk memecah biji kopi yang telah di sangrai atau disebut dengan roasted coffe di pecah menjadi ukuran yang lebih kecil dengan
menggunakan mesin grinder. Proses ini
juga bertujuan untuk menghilangkan kulit ari pada bij kopi. Proses ini juga
berfungsi untuk memudahkan proses selanjutnya yaitu proses ekstraksi, karena
kopi yang tidak halus akan menyebabkan proses ekstraksi semakin lama.
3.
Ekstraksi
Proses ekstraksi merupakan proses
melarutkan bubuk kopi yang sudah melewati proses penggilingan di larutkan
hingga mendapatkan kopi dalam bentuk cairan. Proses ini menggunakan bantuan
tekanan dan suhu yang sesuai.
4.
Evaporasi
Proses evaporasi ini untuk
menguapkan larutan kopi cair yang telah diekstrak dan didapatkan ekstrak kopi
yang lebih kental dan kadar air yang telah berkurang. Proses ini dilakukan pada
mesin evaporator, yang memberikan tekanan panas sehingga uap air menguap dengan
bantuan uap panas.
5. Pengeringan
Proses ini merupakan mengubah
bentuk kopi dari bentuk cair menjadi bentuk bubuk dengan bantuan suhu
panas/dingin. Terdapat 2 metode pada proses ini yaitu metode pengeringan
semprot dan pengeringan beku. Pengeringan semprot bekerja dengan menyemprotkan
cairan kopi dengan udara yang panas dari ketinggian tertentu. Sedangkan
pengeringan beku hampir sama dengan pengeringan semprot hanya saja pada
pengeringan beku tidak di panaskan tetapi didinginkan sehingga uap air yang
terdapat dalam larutan ekstrak kopi menjadi es sehingga didapatkan kopi bubuk.
Gambar 3 Proses Produksi Dari Biji Kopi Hingga
Menjadi Kopi Instan
Produk kopi Nescafe
selain kopi instan terdapat juga kopi mixes,
kopi tersebut merupakan kopi dengan tambahan gula, krim dan bahan pelengkap
lainnya seperti garam, kokoa dan lain-lain. Contoh produk Nescafe 3 in 1
original, Nescafe cappucino, Nescafe ice, dan lain-lain yang dalam aplikasinya
semua itu dilakukan di dry mix(mencampur kering) atau mencampur bahan-bahan
tersebut tanpa air sama sekali. Proses produksi coffe mixes sama dengan tahapan pada proses kopi instan lainnya.
Hanya saja ada terdapat proses milling
sugar yaitu proses untuk mencampur gula , dan proses weighing hopper proses pengukuran bahan-bahan yang digunakan,
seperti melakukan proses menimbang secara otomatis sesuai formula yang telah di
tentukan dengan menggunakan weighing
hopper. Setelah itu adalah proses mixer, proses mixer merupakan pencampuran
semua bahan sehinnga menghasilkan bubuk mix yang homogeny, pencampuran ini
dilakukan pada mesin mixer.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
PT. Nestlé Indonesia –
Panjang Factory yang merupakan anak perusahaan dari PT. Nestlé menghasilkan dua
jenis produk kopi, yaitu kopi instan dan kopi mixes. Pada dasarnya proses
produksi kedua jenis produk kopi ini terdiri dari penyangraian, penggilingan,
ekstraksi, evaporasi dan pengeringan semprot (spray drying). Namun, perbedaan
antara kedua kopi ini terletak pada proses setelah pengeringan semprot. Kopi
instan akan mengalami proses dari teknologi aglomerasi, sedangkan proses ini
tidak dilakukan pada kopi mixes. Pada kopi mixes,
setelah dikeringkan dengan pengering semprot, bubuk kopi yang dihasilkan akan
dicampur dengan bahan-bahan lain/premixsesuai dengan formula yang diinginkan.
Pada umumnya bahan-bahan yang dicampurkan terdiri dari gula, krimer, flavor,
garam dan bahan lainnya. Proses pencampuran antara kopi bubuk dan
premixdilakukan tanpa air sama sekali.
1.
Kebijakan PT Nestle Indonesia Panjang Factory
PT Nestle Indonesia Panjang Factory
memiliki selogan good food good life yang menggambarjan bahwa perusahaan nestle
peduli akan kesehatan umat manusia dengan menghasilkan makanan yang sehat,
aman, berkualitas, bergizi dan menyenangkan untuk dikonsukmsi.
2. Integrated Management System
Menurut Whitelaw (2004), integrated
management system adalah suatu sistem manajemen yang terdiri dari ISO 14001
ditambah paling tidak satu sistem manajemen lain. Baik kedua (atau lebih)
sistem manajemen tersebut harus berjalan bersamaan dengan sistem manajemen lain
dan dapat diaudit oleh suatu badan eksternal. IMS merupakan gabungan dari tiga
sistem manajemen yang diterapkan secara bersamaan, yaitu ISO 9001 (sistem
manajemen mutu), ISO 14001 (sistem manajemen lingkungan), dan OHSAS 18001
(sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja). Sistem manajemen tersebut
dibuat oleh suatu organisasi independen, yaitu ISO (International Organization
for Standardization) untuk ISO 9001 & 14001, dan BSI (British Standards
Intitution) untuk OHSAS 18001. Ketiga sistem manajemen ini diakui secara
internasional dan telah diadopsi, baik oleh institusi pemerintah, swasta, dll.
PT. NI-PF hingga saat ini memiliki sistem manajemen internal mengenai mutu,
lingkungan, dan K3. Sistem manajemen internal tersebut adalah Nestlé Quality
System(NQS) yang ekuivalen dengan ISO 9001, Nestlé Environmental Management
System(NEMS) yang ekuivalen dengan ISO 14001, serta Operational Safety, Health,
and Risk Management System (OSHRMS) yang ekuivalen dengan OHSAS 18001. Hingga
saat ini NQS adalah
panduan mutu bagi Nestlé yang
menunjukkan cara pencapaian mutu dari sudut pandang Nestlé. Nestlé selalu
menganggap bahwa sukses dibangun dari mutu. Lebih lanjut, mutu adalah
keuntungan kompetitif dalam pemuasan kebutuhan konsumen. Mutu tersebut
melingkupi perencanaan hingga pelaksanaan yang dilaksanakan oleh semua pihak
dengan usaha bersama. NQS juga menggambarkan organisasi dan tanggung jawabnya
dalam seluruh jajaran Nestlé, mulai dari pusat, daerah, divisi bisnis hingga
pabrik, serta dalam hubungannya dengan pemasok. NQS digunakan untuk semua
produk yang dijual menggunakan nama grup Nestlé. Tidak hanya itu, NQS juga
digunakan oleh seluruh partner bisnis yang terlibat dalam produk-produk Nestlé.
Sistem ini terdiri dari 36 elemen yang setaraf dengan klausul-klausul yang
terdapat di dalam ISO 9001. Panduan dalam implementasi NQS terbagi menjadi dua,
yaitu tingkat prioritas utama (First Priority Level), yaitu keamanan pangan,
dan Advanced Level, yaitu konsistensi produk dan preferensi konsumen. Prioritas
utama berupa persyaratan minimum absolut untuk menjamin kemanan pangan.
Elemen-elemen dalam sistem mutu yang harus diimplementasikan secara menyeluruh,
dipertahankan secara konstan, dan tidak dapat ditawar lagi, yaitu GMP, HACCP,
pengawasan terhadap patogen pada lingkungan produksi, Quality Monitoring
Scheme(QMS), kalibrasi instrumen, identifikasi lot, pengkodean, recall, dsb.
Sebagai salah satu produsen makanan terkemuka, PT. Nestlé Indonesia memberikan
perhatian yang sangat seriusterhadap masalah keamanan dari produk yang
dihasilkan. Keamanan pangan adalah aspek mutu yang tidak bisa ditawar. PT.
Nestlé Indonesia memberikan jaminan bahwa semua produk yang dihasilkan tidak
akan menimbulkan bahaya kesehatan bagi konsumen. Jaminan tersebut diberikan
dalam bentuk penerapan sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
dalam seluruh proses produksi dari seluruh produk yang dihasilkan. Penerapan
HACCP merupakan elemen yang tidak terpisahkan dari penerapan NQS. Sistem HACCP
adalah suatu sistem yang mengidentifikasikan bahaya spesifik yang mungkin
timbul dalam mata rantai produksi makanan dan tindakan pencegahan untuk
mengendalikanbahaya tersebut dengan tujuan untuk menjamin keamanan pangan. HACCP
merupakan alat yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penyakit atau luka
akibat mengkonsumsi produk. Pihak manajemen Nestlé sangatberkomitmen untuk
menggunakan prinsip-prinsip HACCP Code Alimentarius. Implementasi Nestlé GMP
(NGMP) merupakan prasyarat yang sangat penting di dalam HACCP. HACCP juga
merupakan pertimbangan utama dalam rantai suplai produk pangan, dimulai dari
desain produk dan sumber bahan baku, termasuk aplikasi proses pada supplier, proses
produksi, dan distribusi hingga persiapan dan konsumsi oleh konsumen akhir. Hal
ini diistilahkan dengan “From Farm To Table”. Tanggung jawab manajemen adalah
untuk menjamin bahwa tiap-tiap pabrik yang beroperasi benar-benar menjalankan
HACCP. Sistem HACCP harus diterapkan oleh seluruh unit Nestlé di seluruh dunia.
Dalam penerapannya, PT. Nestlé yang berkedudukan di Swiss telah menyusun
panduan untuk menerapkan atau melakukan studi HACCP. Dengan demikian penerapan
HACCP dilakukan seragam sesuai dengan standar Nestlé. Hal ini akan sangat
berguna untuk mengembangkan sistem HACCP. Studi terhadap HACCP bertujuan
mengevaluasi kemungkinan bahaya keamanan pangan, menghilangkan bahaya tersebut
jika memungkinkan atau untuk menemukan cara dalam mengendalikan bahaya sampai
pada tingkat yang aman. Studi tersebut merupakan cara untuk menemukan tahap
kritis dalam rantai produksi dan distribusi yang harus dikendalikan untuk
menjamin produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi. Meskipun terjadi
transfer sistem manajemen, yaitu dari sistem manajemen internal menjadi IMS
(NQS, NEMS, dan OSHRMS), namun ketiga sistem manajemen internal Nestlé masih
tetap berlaku dan menunjang sistem yang baru. Hal ini dikarenakan sistem
manajemen internal Nestlé lebih bersifat spesifik, yaitu sesuai denganciri khas
operasional Nestlé sebagai perusahaan makanan, dibandingkan dengan IMS yang
merupakan sistem manajemen yang lebih bersifat umum dan dapat diterapkan di
berbagai jenis perusahaan. Perubahan sistem manajemen dari internal Nestlé menjadi
IMS ini disebabkan oleh faktor dari luar dan daridalam Nestlé sendiri. Faktor
dari luar adalah adanya tuntutan konsumen agar sistem manajemen internal Nestlé
diubah menjadi sistem manajemen yang berlaku secara internasional, baik
terhadap mutu, keselamatan dan kesehatan kerja, serta lingkungan. Faktor utama
dari dalam diantaranya adalah adanya beragam sistem yang berjalan bersamaan,
berbeda area implementasi dan tanggung jawab, serta konflik implementasi,
pengendalian, dan pemeliharaan. Dengan demikian IMS diharapkan dapat menjadi
pendekatan yang sinergis, menghemat waktu, usaha, dan biaya, mencegah konflik,
pengulangan, dan duplikasi, serta memudahkan pemeliharaan dokumen, sehingga
akan terbentuk sistem yang terstruktur dan terkendali.
Pelaksanaan internal
audit dilakukan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan, untuk mengetahui apakah
pelaksanaan IMS, proses, dan produk telah:
1. Sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan,
2. Sesuai
persyaratan ISO 9001:2000, OHSAS 18001:1999 dan ISO 14001:2004
3. Sesuai terhadap persyaratan IMS yang telah
ditentukan oleh PT. Nestlé Indonesia Panjang Factory.
4. Sesuai
terhadap persyaratan pelanggan dan perundang-undangan yang berlaku
5. Secara
efektif diterapkandan diimplementasikan.
Tahapan-tahapan dalam
penerapan IMS adalah penyusunan dokumen
Process Mappingbeserta Environmental Aspects(EA) dan Hazard Identification and Risk
Assessment(HIRA); pemenuhan persyaratan undangundang dan persyaratan lainnya;
penyusunan dokumen dari level 1 hingga level 4; sosialisasi dan penerapan IMS;
internal audit; management review meeting; serta continual improvement. Siklus
plan, do, check, action dari ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001 dapat dilihat
pada Gambar 8.
Pelaksanaan
IMS pada akhirnya berguna untuk memastikan hal-hal yang berkaitan mutu,
lingkungan, serta keselamatan dan kesehatan kerja.
a. Mutu
Mutu
merupakan suatu karakteristik / sifat yang harus dimiliki suatu produk.
Karakteristik tersebut harus sesuai dengan keinginan pelanggan, keamanan
pangan, serta peraturan dan persyaratan yang berlaku yang dapat dipenuhi pada
proses produksi dan penyerahan produk pada pelanggan. Pemastian akan mutu ini
dilakukan oleh Nestlé melalui tiga tahapan, yaitu uraian mengenai definisi
produk, penyesuaian terhadap regulasi internal maupun eksternal yang berlaku,
dan penyesuaian dengan
Quality
Monitoring Scheme (QMS). Oleh sebab itu, hal-hal yang
harus dilakukan terhadap mutu adalah mengetahui QMS yang berlaku di setiap tahapan
proses, hanya meneruskan dan melakukan proses atas bahan baku atau Work In
Process (WIP) dan atau produk yang memenuhi ketentuan dalam QMS, serta
memisahkan WIP atau produk yang tidak memenuhi ketentuan QMS dan melakukan
investigasi sebagai tindak lanjut.
b. Lingkungan
Aspek
penting lingkungan adalah aspek lingkungan yang dapat mengakibatkan dampak
penting bagi lingkungan. Aspek penting lingkungan diantaranya adalah konsumsi
sumber daya (air, listrik,material) yang tinggi, limbah (tidak berbahaya) dalam
jumlah yang besar, limbah yang termasuk limbah bahan beracun dan berbahaya,
pencemaran lingkungan akibat aktivitas (kebisingan, getaran, bau, asap, dll),
serta pencemar spesifik seperti freon dan gas rumah kaca. Identifikasi terhadap
aspek penting lingkungan di tiap proses dilakukan terhadap aspek-aspek yang
berpotensi menimbulkan pencemaran, pemborosan sumber daya alam, serta yang
dapat mengakibatkan bencana lingkungan.
c.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Nestlé
melakukannya dengan cara melaksanakan identifikasi terhadap bahaya-bahaya yang
beresiko tinggi, kemudian menyesuaikannya dengan peraturan, persyaratan serta
norma-norma yang berlaku, lalu dilaksanakan dengan dibantu oleh prosedur
pengelolaan yang ada.
DOKUMENTASI
INTEGRATED MANAGEMENT SYSTEM
PT.
NI-PF mempunyai kebijakan untuk mendokumentasikan IMS yang diterapkan dengan
tujuan :
1.
Untuk memastikan seluruh dokumen (internal atau eksternal) yang digunakan di PT.
Nestlé Indonesia - Panjang Factory dalam keadaanterkendali.
2.
Sebagai prasarana untuk pelatihan karyawan.
3.
Sebagai pembuktian penerapan sistem.
4.
Sebagai sumber informasi yang dapat digunakan pada saat akan melakukan
perbaikan atau peningkatan proses maupun produk.
Dokumentasi
IMS terdiri dari beberapa tingkatan dokumen, yaitu level 1, 2, 3, dan 4. Dokumen
level 1 adalah Kebijakan dan Manual Nestlé, dokumen level 2 adalah prosedur
yang menjabarkan proses-proses dan aktivitas-aktivitas utama yang ada di pabrik
Panjang dengan ruang lingkup antar departemen. Dokumen level 3 adalah instruksi
kerja yang merupakan dokumen praktis dan operasional di tiap-tiap line atau
mesin dengan ruang lingkup di departemen tertentu, sedangkan dokumen level 4
berupa form-form dan standar yang digunakan baik dalam proses produksi
maupun dalam proses-proses pendukungnya.
Document controller membuat
daftar penarikan dokumen lama dan penyerahan dokumen baru sesuai dengan dokumen
yang diterima dan yang diberikan, lalu ditandatangani sebagai tanda terima. Dasar
penentuan masa simpan catatan adalah persyaratan pemerintah, persyaratan
pelanggan, dan pertimbangan internal. Diagram alir pembuatan maupun revisi
dokumen dapat dilihat pada Gambar 10.
1.
Kebijakan
dan manual
Kebijakan dan manual merupakan dokumen level satu.
Kebijakan adalah pernyataan mengenai komitmen manajemen puncak PT. Nestlé Indonesia
terhadap mutu, lingkungan, dan K3. Manual adalah penjelasan dari kebijakan,
yaitu pedoman yang menjelaskan mengenai penerapan IMS di lingkungan pabrik.
Manual berisi administrasi, status revisi dan penjelasan revisi, pengendalian dokumen,
prosedur permintaan, profil perusahaan, riwayat singkat, produk/jasa yang
dihasilkan, dan struktur organisasi. Manual dengan jelas memaparkan pendekatan
proses dan obyektif proses, identifikasi aspek penting lingkungan, identifikasi
bahaya kerja resiko tinggi, serta kebijakan pengendalian mutu, K3, dan
lingkungan, dengan menyertakan persyaratan dari acuan standar ISO 9001, ISO
14001, dan OHSAS 18001.
2.
Prosedur
Prosedur merupakan dokumen level tiga yang berlaku
umum dan mengatur suatu aktivitas yang melibatkan lebih dari satu departemen. Prosedur
menjabarkan proses-proses/aktivitas-aktivitas utama yang ada di pabrik Panjang
dengan ruang lingkup antar departemen. Format prosedur PT. NI-PF dapat dilihat
pada Tabel 3. Contoh prosedur yang belum terisi dapat dilihat pada Lampiran 6.
3.
Instruksi Kerja/Working instruction (WI)
WI
adalah dokumen level tiga yang merupakan penjelasan rinci dari pelaksanaan
suatu aktivitas dalam prosedur yang pada umumnya dilakukan oleh satu jabatan
atau posisi dengan mempertimabangkan kecakapan personel dan pengaruh aktivitas
terhadap mutu. Format yangdigunakan berupa narasi dan gambar/foto/video. Contoh
instruksi kerja yang belum terisi dapat
dilihat pada Lampiran 7.
4.
Records / Catatan
Catatan adalah dokumen pendukung berjenis khusus, di
PT. NI-PF disebut sebagai dokumen level 4. Pada pelaksanaannya, dokumen level 4
ini tidak hanya terdiri dari catatan (form dan checklist), tetapi
juga terdiri dari standar, Quality Monitoring Scheme (QMS), EA/HIRA, job
description, MSDS, dll. Catatan merupakan bukti implementasi sistem yang
sesuai dengan persyaratan standar dan juga merupakan bentuk komunikasi antar
departemen.
AUDIT
INTERNAL
Ada dua tipe audit yang dibutuhkan dalam
meregistrasi standar, yaitu audit oleh suatu badan sertifikasi eksternal yang
biasa disebut sebagai audit eksternal, dan audit oleh staf internal yang telah
di training untuk mengaudit yang disebut sebagai audit internal.
Tujuannya adalah untuk meninjau perbaikan proses, menguji bahwa sistem berjalan
dengan semestinya, mencari perbaikan dan memperbaiki atau mencegah
masalah-masalah yang teridentifikasi (Anonim, 2007c).
Tabel 6 menunjukkan temuan-temuan di departemen QA.
Prosedur pengendalian dokumen eksternal tidak tersedia. Document controller
merupakan penanggung jawab dari temuan ini. Tindakan perbaikan dan pencegahan
yang dilakukan adalah segera mencetak dan mendistribusikan prosedur
pengendalian dokumen eksternal ke departemen yang bersangkutan. Temuan lain
yang berkaitan dengan dokumen adalah dokumen lama belum distempel ”obsolete”
dan beberapa form belum diregistrasi. Tindakan perbaikan dan pencegahan
yang harus dilakukan adalah memberi stempel lalu menarik semua dokumen lama
dari line. Tidak hanya itu, champions harus meregister dan memberi nomor
semua form yang ada di areanya. Temuantemuan ini mengacu pada klausul
IMS, yang terdiri dari ISO 9001, ISO 14001 dan OHSAS 18001, yaitu klausul 4.2.3
untuk ISO 9001 dan 4.4.5 untuk ISO 14001 dan OHSAS 18001.
Tabel 7 merupakan temuan hasil audit internal
departemen Production (Filling/Packing) dan Application Group.
Pada saat observasi, tidak terdapat dokumen yang menjelaskan peraturan
pengoperasian alat angkat-angkut. Tidak tersedianya dokumen yang menjelaskan
peraturan forklift menyebabkan operator forklift tidak mengetahui
bahaya-bahaya yang dapat terjadi akibat mengoperasikan alat tersebut. Champion
yang bertanggung jawab pada temuan ini harus membuat dokumen pengoperasian
alat angkat-angkut beserta dokumen pelatihannya. Selain itu, prosedur keadaan
darurat tidak pernah diuji coba secara teratur, tidak ada checklist atau
record yang menyatakan bahwa prosedur tersebut telah dilaksanakan dengan
semestinya. Kedua temuan ini berhubungan dengan ISO 14001 dan OHSAS 18001,
yaitu klausul 4.4.6 mengenai pengendalian operasional.
Temuan-temuan di departemen Finance and Control (FICO)
dapat dilihat pada Tabel 8. Terdapat 50% responden tidak mampu menjelaskan kebijakan
QSHE pada saat interview audit internal. Hal ini dikarenaka kurangnya
sosialisasi kebijakan QSHE pada karyawan. Temuan ini menjadi tanggung jawab HOD
FICO. Persyaratan mengenai kebijakan yang berkenaan dengan temuan ini adalah
ISO 9001 klausul 5.3, ISO 14001 dan OHSAS 18001 klausul 4.2. Selain itu,
ditemukan pula status training matrix yang belum diperbarui. Tindakan
yang harus dilakukan terutama oleh champions yang berwenang adalah
memperbarui training matrix lalu mengkomunikasikannya pada seluruh
karyawan. Temuan ini mengacu pada persyaratan ISO 14001 dan OHSAS 18001, yaitu
klausul 4.1 mengenai tugas, tanggung jawab dan wewenang.
Daftar temuan di departemen Engineering dapat
dilihat pada Tabel 9. Tidak jauh berbeda dengan departemen lain, pada
departemen ini juga terdapat dokumen lama yang belum distempel “obsolete”.
Sebagian dokumen lama tersebar dibeberapa bagian departemen ini sehingga tidak
terbawa pada saat penyerahan dokumen lama kepada document controller.
Tindakan perbaikan dan pencegahan yang harus dilakukan adalah semua dokumen
lama di area engineering dikumpulkan dan diserahkan kepada document
controller untuk distempel dan disimpan.
Temuan-temuan di departemen Resources Planning
Unit (RPU) dapat dilihat pada Tabel 10. Temuan pada departemen ini hampir
sama dengan departemen Engineering, yaitu berupa temuan pada dokumen.
Masih terdapat dokumen lama yang belum distempel ”obsolete”. Selain itu,
WI P3K masih berupa dokumen lama. Champions harus segera mengganti WI
yang lama dengan yang baru sesuai dengan persyaratan IMS serta memberi tanda ”obsolete”
pada semua dokumen lama dan menariknya dari line. Kedua temuan ini
berkaitan dengan persyaratan ISO 9001 klausul 4.2.3 serta ISO 14001 dan OHSAS
18001 pada klausul 4.4.5.
Daftar temuan di departemen Production (Manufacturing)
dapat dilihat pada Tabel 11. Seperti temuan di departemen QA, di departemen ini
tidak ada prosedur pengendalian dokumen eksternal. Selain itu, terdapat
beberapa form belum diregistrasi. Kedua temuan ini berkenaan dengan
persyaratan ISO 9001 klausul 4.2.3 serta ISO 14001 dan OHSAS 18001 pada klausul
4.4.5.
KESIMPULAN
PT.
Nestlé Indonesia – Panjang Factory menghasilkan dua jenis produk
kopi, yaitu kopi instan
dan kopi mixes. Adanya tuntutan perdagangan global agar produk mampu
berdaya saing tinggi, antisipasi terhadap masyarakat yang dinamis dan kreatif,
serta denganmemperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja karyawannya, menggerakkan PT. NI-PF, umumnya
Nestlé di dunia, untuk menerapkan Integrated Management System (IMS).
Sejak berdirinya PT. NI-PF, perusahaan ini telah menerapkan sistem manajemen
internal yang terdiri dari sistem manajemen mutu yang disebut Nestlé Quality
System (NQS), sistem manajemen lingkungan yang disebut sebagai Nestlé
Environmental Management System (NEMS), dan sistem manajemen K3 yang
disebut Operational Safety, Health, and Risk Management System (OSHRMS).
Ketiga sistem manajemen ini ekuivalen dengan ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS
18001 yang ketiganya dikenal sebagai IMS. Dokumen yang digunakan di PT. NI-PF
terdiri dari level 1 hingga level 4. Proses
penerapan IMS di PT. NI-PF terdiri atas penyusunan dokumen Process Mapping beserta
Environmental Aspects (EA) dan Hazard Identification and Risk
Assessment (HIRA). Proses sertifikasi ini dibantu oleh konsultan (InQuest Consulting)
yang memberikan pelatihan serta membantu dalam penyusunan dokumen. Sampai saat
kegiatan magang berakhir, proses sertifikasi baru mencapai tahap audit internal
pertama. Berdasarkan hasil audit internal, didapatkan temuan-temuan yang berupa
minor, mayor, dan improvement. Temuan yang berupa temuan minor diantaranya
terdapat log book yang tidak ditandatangani, tidak ada record
hasil
kalibrasi, Quality Monitoring Scheme yang belum update, prosedur keadaan
darurat tidak diuji coba secara teratur, terdapat aktivitas yang memiliki aspek
penting namun tidak diidentifikasi, ICP tidak dikalibrasi, dsb. Temuan improvement
yaitu berupa dokumen eksternal (Nestec) belum didstribusikan, beberapa form
dan dokumen elektronik belum diregistrasi, terdapat dokumen lama yang belum
distempel “obsolete”, beberapa checklist, log book, dan log
sheet belum diberi nomor, dokumen masih berada di meja SO, dsb. Terdapat
pula temuan yang termasuk temuan mayor, yaitu adanya aktivitas tanpa dokumen,
tidak adanya surat pengangkatan MR, tidak adanya dokumen komunikasi internal,
tidak adanya dokumen audit terhadap supplier,
dan
belum tersedianya dokumen mengenai pengendalian dokumen eksternal. Berdasarkan
literatur, temuan mayor dapat menyebabkan suatu organisasi tidak lolos sertifikasi.
Sehingga apabila dikaitkan dengan temuan mayor di PT. NI-PF dapat dikatakan
bahwa PT. NI-PF belum dapat lolos dalam sertifikasi IMS. Namun, hal ini terjadi
pada tahap audit internal pertama, sehingga apabila PT. NI-PF melaksanakan continual
improvement dengan sungguh-sungguh maka perusahaan ini akan lolos pada
audit eksternal yang berarti berhasil dalam sertifikasi IMS. Batas waktu yang
dibutuhkan untuk memperbaiki setiap temuanRANGKUMAN SKRIPSI DARI INTAN
MAYASARI (F24103113) BERJUDUL PENERAPAN INTEGRATED MANAGEMENT SYSTEM
(ISO 9001, ISO 14001, DAN OHSAS 18001) STUDI KASUS PADA PRODUKSI KOPI INSTAN DI
PT. NESTLE INDONESIA – PANJANG FACTORY
INSTITUT
PERTANIAN BOGOR TAHUN
FAKULTAS
TEKNOLOGI PERTANIAN
2007
Sebagai Tugas Mata Kuliah Etika
Profesi
Di susun oleh :
EMALIA VIVIANA
32412481
4ID09
JURUSAN
TEKNIK INSUDTRI
FAKULTAS
TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
TANGERANG
2016
LATAR
BELAKANG
Skripsi yang dipilih untuk
dilakukan pangamatan adalah Skripsi mengenai penerapan standarisasi teknik di
sebuah perusahaan, terkait dengan standar teknik yang ada dan telah digunakan
oleh perusahaan diantaranya adalah ISO 9001, ISO 14001 dan OHSAS 18001. Latar
belakang dari Skripsi yang diamati yaitu Skripsi yang berjudul Penerapan
Integrated Management System (Iso 9001, Iso 14001, Dan Ohsas 18001) Studi Kasus
Pada Produksi Kopi Instan Di PT Nestle Indonesia Panjang Factory. Latar
belakang ini berisi mengenai penjelasan PT Nestle Indonesia Panjang Factory
sebagai tempat pengamatan dari hasil skripsi ini.
PT Nestle Indonesia
Panjang Factory merupakan pabrik yang memproduksi kopi instan dan mixes dengan
merek Nescafe. Bahan baku yang digunakan adalah biji kopi yang berasal dari
daerah Lampung dan wilayah lainnya. Nestle memiliki berbagai peralatan modern
guna menghasilkan produk yang berkualitas tinggi secara efisien. Dengan NQS,
Nestlé selalu memperhatikan dan mengusahakan tercapainya konsistensi mutu dan
kepuasan pelanggan yang selalu diperbaiki secara berkelanjutan melalui praktek
cara produksi yang baik dan benar, peningkatan skill dan kompetensi sumber daya
manusia, proses produksi yang ramah lingkungan dan selalu memprioritaskan
keselamatan dan kesehatan kerja (K3), serta pentaatan pada persyaratan
peraturan perundangan-undangan dan persyaratan lainnya yang berlaku. Perubahan
sistem manajemen dari internal Nestlé menjadi IMS disebabkan oleh faktor dari
luar dan dari dalam Nestlé sendiri. Faktor dari luar adalah adanya tuntutan
konsumen agar sistem manajemen internal Nestlé diubah menjadi sistem manajemen
yang berlaku secara internasional, baik terhadap mutu, keselamatan dan
kesehatan kerja, serta lingkungan. Faktor utama dari dalam diantaranya adalah
adanya beragam sistem yang berjalan bersamaan, berbeda area implementasi dan
tanggung jawab, serta konflik implementasi, pengendalian, dan pemeliharaan.
Dengan demikian IMS diharapkan dapat menjadi pendekatan yang sinergis, menghemat
waktu, usaha, dan biaya, mencegah konflik, pengulangan, dan duplikasi, serta
memudahkan pemeliharaan dokumen, sehingga akan terbentuk sistem yang
terstruktur dan terkendali. PT. NI - PF menganggap bahwa ISO merupakan standar
manajemen yang dinilai paling fair dalam perdagangan dunia. Oleh sebab itu, PT.
NI – PF perlu menginkorporasikan ISO 9001:2000 di dalam Integrated Management
System Nestlé sebagai standar sistem manajemen mutu dan ISO 14001:2004 sebagai
standar sistem manajemen lingkungan. Selain itu, PT. NI – PF juga menerapkan
standar sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja OHSAS (Occupational
Health and Safety Assessment Series) 18001:1999 yang diterbitkan oleh British
Standards Institution (BSI). OHSAS 18001 dikembangkan serta disesuaikan dengan
ISO 9001 dan ISO 14001 untuk memfasilitasi organisasi dalam mengintegrasikan
sistem manajemen mutu, lingkungan, dan K3 (BSI, 1999).
Pengamatan
terhadap skripsi ini juga dilakukan terhadap tujuan dari pembuatan skripsi ini
yaitu mengetahui sejauh mana implementasi IMS sudah terpenuhi dan kesesuaian
dengan penerapan pedoman yang digunakan di peruisahaan agar conditional improvement dapat
dilaksanakan. Mengetahui bagaimana ketiga sistem manajemen ISO dan OHSAS dapat
diimplementasikan secara efektif. Serta menguji hipotesa bahwa penerapan ISO
9001, ISO 14001, serta OHSAS 18001 berhasil dan dapat meningkatkan kinerja
perusahaan.
METODELOGI
Metodelogi penelitian yang digunakan
pada skripsi ini adalah dengan melakukan identifikasi masalah. Masalah yang ada
adalah bagaimana ketiga sistem manajemen dari ISO dan OHSAS tersebut dapat
diimplementasikan secara efektif. Alternatif solusi yang berupa strategi berupa
identifikasi bahaya dan aspek-aspek lingkungan, pelaksanaan objektif, target
dan program, pelaksanaan rencana mutu, sosialisasi, dokumentasi Nestlé Integrated Management System(NIMS),
kesiapan sumber daya
manusia, dan implementasi NIMS. Strategi-strategi
yang telah dibuat dan dilaksanakan kemudian diuji kinerjanya dengan audit
internal dan eksternal.
Audit internal dilakukan terlebih dahulu
daripada audit eksternal. Pada pelaksanannya, audit internal dilakukan sebanyak
dua kali, sedangkan audit eksternal dilakukan sebanyak satu kali. Selain itu,
akan dilaksanakan tinjauan manajemen sebanyak 2 kali dalam setahun. Temuan yang
didapat dari hasil audit terbagi menjadi tiga kategori, yaitu temuan mayor,
minor dan improvement. Temuan mayor diperoleh apabila ada klausul dalam ISO
maupun OHSAS yang tidak dipenuhi. Temuan ini sangat mempengaruhi mutu produk. Temuan
minor diperoleh apabila klausul-klausul sudah terpenuhi hanya saja pelaksanaannya
tidak efektif, sedangkan improvementberupa temuan yang tidak begitu berpengaruh
terhadap mutu produk, hanya saja akan lebih baik apabila temuan ini dilakukan
dengan semestinya. Dalam pelaksanaan audit, keefektifan implementasi IMS diukur
dengan tiga hal, yaitu dokumentasi, wawancara dan observasi. Persentase
dokumentasi yang harus dipenuhi adalah 100%, wawancara sebanyak 75% dari
target, serta 75% untuk observasi. Oservasi lapang dilakukan dengan cara
mengamati dan merekam seluruh proses produksi serta terlibat langsung dalam
kegiatan perusahaan untuk mendapatkan diagram alir proses secara rinci beserta aplikasi
sistem manajemen mutu di PT. NI–PF. Informasi yang diperoleh dari hasil
observasi lapang berupa informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan IMS
kepada IMS championsserta mengenai proses produksi kepada karyawan dan supervisordi
departemen produksi serta di departemen penunjang produksi untuk
mengidentifikasi “good practices” dan mendapatkan gambaran mengenai kesesuaian
standar yang digunakan dengan keadaan di lapangan. Studi pustaka dilakukan
dengan caramencari referensi dan literatur di internet, perpustakaan, serta
referensi yang dimiliki oleh perusahaan. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan
informasi, data pelengkap, dan pembanding mengenai integrated management systemuntuk mengetahui
kesesuaian penerapan yang telah dilakukan oleh PT. NI-PF sekaligus sebagai
masukan bagi perusahaan.
PROSES
PRODUKSI
Skripsi ini juga
memaparkan penjelasan mengenai proses produksi produk yang diteliti yaitu pembuatan
kopi Nescafe. Pada skripsi ini menjelaskan bahawa pada dasarnya pengolahan kopi
dari bahan baku hingga menjadi kopi yang dapat dikonsumsi mencakup 5 hal, yaitu
penyangraian, penggilingan, ekstraksi, evaporasi, dan pengeringan semprot
(spray drying).
1.
Penyangraian
Sebelum menuju proses
penyangraian, biji kopi (green coffee) harus melalui proses tippingterlebih
dahulu. Proses tippingbertujuan untuk memindahkan biji kopi dari karung ke
dalam silo, sesuai dengan kualitas kopi yang akan digunakan. Selain itu
dilakukan pembersihan biji kopi dari kotoran yang mungkin ada di dalam karung.
Kopi yang berada di dalam karung diletakkan ke lubang tipping. Bagian bawah dari lubang tipping terhubung dengan screw
conveyor, yang berfungsi untuk melakukan pemindahan biji kopi itu ke bawah
bucket elevator. Bucket elevator ini akan mengangkat biji kopi ke tempat yang
lebih tinggi di mana terdapat destoner. Bagian outlet dari bucket elevator ini
terhubung dengan inletdestoner. Di dalam destoner inilah dilakukan pemisahan
biji kopi dengan material lain seperti debu dengan cara dihisap oleh bag
filter, paku/logam dengan menggunakan magnet trap dan kayu atau serat lainnya
dengan cara vibrasi. Sesudah keluar dari destoner biji kopi tersebut ditiup
dengan menggunakan bloweruntuk menuju silo.
Gambar 1 Skema Proses Tipping
Pada tahap ini biji
kopi di sangrai dan diberikan panas yang berguna untuk mengoptimalkan aroma,
menghilankan kadar air dan kadar karbon dioksida serta akan meningkatkan ukuran
dan warna dari biji kopi tersebut. Penyaringan ini mengalirkan udara panas
dengan temperatur sangat tinggi. Setelah warna biji kopi yang diinginklan sudah
sesuai, maka proses selanjutnya adalah mendinginkan secara cepat dengan
menggunakan air untuk menghentikan proses penyangraian. Selain itu terdapat
fungsi penyaring juga yaitu untuk membentuk rasa yang diinginkan, untuk
membentuk warna dan tekstur. Penyangraian yang kurang sempurna dan penyangraian
yang berlebihan akan menurunkan kadar kopi untuk di ekstrak atau dapat disesbut
juga dengan extractability. Gamabar 2
menunjukkan hasil dari proses penyangraian, yang dapat dilihat perubahan warna
pada biji kopi.
Gambar
1 Proses Penyangraian Biji Kopi
2.
Penggilingan
Proses penggilangan ini bertujuan
untuk memecah biji kopi yang telah di sangrai atau disebut dengan roasted coffe di pecah menjadi ukuran yang lebih kecil dengan
menggunakan mesin grinder. Proses ini
juga bertujuan untuk menghilangkan kulit ari pada bij kopi. Proses ini juga
berfungsi untuk memudahkan proses selanjutnya yaitu proses ekstraksi, karena
kopi yang tidak halus akan menyebabkan proses ekstraksi semakin lama.
3.
Ekstraksi
Proses ekstraksi merupakan proses
melarutkan bubuk kopi yang sudah melewati proses penggilingan di larutkan
hingga mendapatkan kopi dalam bentuk cairan. Proses ini menggunakan bantuan
tekanan dan suhu yang sesuai.
4.
Evaporasi
Proses evaporasi ini untuk
menguapkan larutan kopi cair yang telah diekstrak dan didapatkan ekstrak kopi
yang lebih kental dan kadar air yang telah berkurang. Proses ini dilakukan pada
mesin evaporator, yang memberikan tekanan panas sehingga uap air menguap dengan
bantuan uap panas.
5. Pengeringan
Proses ini merupakan mengubah
bentuk kopi dari bentuk cair menjadi bentuk bubuk dengan bantuan suhu
panas/dingin. Terdapat 2 metode pada proses ini yaitu metode pengeringan
semprot dan pengeringan beku. Pengeringan semprot bekerja dengan menyemprotkan
cairan kopi dengan udara yang panas dari ketinggian tertentu. Sedangkan
pengeringan beku hampir sama dengan pengeringan semprot hanya saja pada
pengeringan beku tidak di panaskan tetapi didinginkan sehingga uap air yang
terdapat dalam larutan ekstrak kopi menjadi es sehingga didapatkan kopi bubuk.
Gambar 3 Proses Produksi Dari Biji Kopi Hingga
Menjadi Kopi Instan
Produk kopi Nescafe
selain kopi instan terdapat juga kopi mixes,
kopi tersebut merupakan kopi dengan tambahan gula, krim dan bahan pelengkap
lainnya seperti garam, kokoa dan lain-lain. Contoh produk Nescafe 3 in 1
original, Nescafe cappucino, Nescafe ice, dan lain-lain yang dalam aplikasinya
semua itu dilakukan di dry mix(mencampur kering) atau mencampur bahan-bahan
tersebut tanpa air sama sekali. Proses produksi coffe mixes sama dengan tahapan pada proses kopi instan lainnya.
Hanya saja ada terdapat proses milling
sugar yaitu proses untuk mencampur gula , dan proses weighing hopper proses pengukuran bahan-bahan yang digunakan,
seperti melakukan proses menimbang secara otomatis sesuai formula yang telah di
tentukan dengan menggunakan weighing
hopper. Setelah itu adalah proses mixer, proses mixer merupakan pencampuran
semua bahan sehinnga menghasilkan bubuk mix yang homogeny, pencampuran ini
dilakukan pada mesin mixer.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
PT. Nestlé Indonesia –
Panjang Factory yang merupakan anak perusahaan dari PT. Nestlé menghasilkan dua
jenis produk kopi, yaitu kopi instan dan kopi mixes. Pada dasarnya proses
produksi kedua jenis produk kopi ini terdiri dari penyangraian, penggilingan,
ekstraksi, evaporasi dan pengeringan semprot (spray drying). Namun, perbedaan
antara kedua kopi ini terletak pada proses setelah pengeringan semprot. Kopi
instan akan mengalami proses dari teknologi aglomerasi, sedangkan proses ini
tidak dilakukan pada kopi mixes. Pada kopi mixes,
setelah dikeringkan dengan pengering semprot, bubuk kopi yang dihasilkan akan
dicampur dengan bahan-bahan lain/premixsesuai dengan formula yang diinginkan.
Pada umumnya bahan-bahan yang dicampurkan terdiri dari gula, krimer, flavor,
garam dan bahan lainnya. Proses pencampuran antara kopi bubuk dan
premixdilakukan tanpa air sama sekali.
1.
Kebijakan PT Nestle Indonesia Panjang Factory
PT Nestle Indonesia Panjang Factory
memiliki selogan good food good life yang menggambarjan bahwa perusahaan nestle
peduli akan kesehatan umat manusia dengan menghasilkan makanan yang sehat,
aman, berkualitas, bergizi dan menyenangkan untuk dikonsukmsi.
2. Integrated Management System
Menurut Whitelaw (2004), integrated
management system adalah suatu sistem manajemen yang terdiri dari ISO 14001
ditambah paling tidak satu sistem manajemen lain. Baik kedua (atau lebih)
sistem manajemen tersebut harus berjalan bersamaan dengan sistem manajemen lain
dan dapat diaudit oleh suatu badan eksternal. IMS merupakan gabungan dari tiga
sistem manajemen yang diterapkan secara bersamaan, yaitu ISO 9001 (sistem
manajemen mutu), ISO 14001 (sistem manajemen lingkungan), dan OHSAS 18001
(sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja). Sistem manajemen tersebut
dibuat oleh suatu organisasi independen, yaitu ISO (International Organization
for Standardization) untuk ISO 9001 & 14001, dan BSI (British Standards
Intitution) untuk OHSAS 18001. Ketiga sistem manajemen ini diakui secara
internasional dan telah diadopsi, baik oleh institusi pemerintah, swasta, dll.
PT. NI-PF hingga saat ini memiliki sistem manajemen internal mengenai mutu,
lingkungan, dan K3. Sistem manajemen internal tersebut adalah Nestlé Quality
System(NQS) yang ekuivalen dengan ISO 9001, Nestlé Environmental Management
System(NEMS) yang ekuivalen dengan ISO 14001, serta Operational Safety, Health,
and Risk Management System (OSHRMS) yang ekuivalen dengan OHSAS 18001. Hingga
saat ini NQS adalah
panduan mutu bagi Nestlé yang
menunjukkan cara pencapaian mutu dari sudut pandang Nestlé. Nestlé selalu
menganggap bahwa sukses dibangun dari mutu. Lebih lanjut, mutu adalah
keuntungan kompetitif dalam pemuasan kebutuhan konsumen. Mutu tersebut
melingkupi perencanaan hingga pelaksanaan yang dilaksanakan oleh semua pihak
dengan usaha bersama. NQS juga menggambarkan organisasi dan tanggung jawabnya
dalam seluruh jajaran Nestlé, mulai dari pusat, daerah, divisi bisnis hingga
pabrik, serta dalam hubungannya dengan pemasok. NQS digunakan untuk semua
produk yang dijual menggunakan nama grup Nestlé. Tidak hanya itu, NQS juga
digunakan oleh seluruh partner bisnis yang terlibat dalam produk-produk Nestlé.
Sistem ini terdiri dari 36 elemen yang setaraf dengan klausul-klausul yang
terdapat di dalam ISO 9001. Panduan dalam implementasi NQS terbagi menjadi dua,
yaitu tingkat prioritas utama (First Priority Level), yaitu keamanan pangan,
dan Advanced Level, yaitu konsistensi produk dan preferensi konsumen. Prioritas
utama berupa persyaratan minimum absolut untuk menjamin kemanan pangan.
Elemen-elemen dalam sistem mutu yang harus diimplementasikan secara menyeluruh,
dipertahankan secara konstan, dan tidak dapat ditawar lagi, yaitu GMP, HACCP,
pengawasan terhadap patogen pada lingkungan produksi, Quality Monitoring
Scheme(QMS), kalibrasi instrumen, identifikasi lot, pengkodean, recall, dsb.
Sebagai salah satu produsen makanan terkemuka, PT. Nestlé Indonesia memberikan
perhatian yang sangat seriusterhadap masalah keamanan dari produk yang
dihasilkan. Keamanan pangan adalah aspek mutu yang tidak bisa ditawar. PT.
Nestlé Indonesia memberikan jaminan bahwa semua produk yang dihasilkan tidak
akan menimbulkan bahaya kesehatan bagi konsumen. Jaminan tersebut diberikan
dalam bentuk penerapan sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
dalam seluruh proses produksi dari seluruh produk yang dihasilkan. Penerapan
HACCP merupakan elemen yang tidak terpisahkan dari penerapan NQS. Sistem HACCP
adalah suatu sistem yang mengidentifikasikan bahaya spesifik yang mungkin
timbul dalam mata rantai produksi makanan dan tindakan pencegahan untuk
mengendalikanbahaya tersebut dengan tujuan untuk menjamin keamanan pangan. HACCP
merupakan alat yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penyakit atau luka
akibat mengkonsumsi produk. Pihak manajemen Nestlé sangatberkomitmen untuk
menggunakan prinsip-prinsip HACCP Code Alimentarius. Implementasi Nestlé GMP
(NGMP) merupakan prasyarat yang sangat penting di dalam HACCP. HACCP juga
merupakan pertimbangan utama dalam rantai suplai produk pangan, dimulai dari
desain produk dan sumber bahan baku, termasuk aplikasi proses pada supplier, proses
produksi, dan distribusi hingga persiapan dan konsumsi oleh konsumen akhir. Hal
ini diistilahkan dengan “From Farm To Table”. Tanggung jawab manajemen adalah
untuk menjamin bahwa tiap-tiap pabrik yang beroperasi benar-benar menjalankan
HACCP. Sistem HACCP harus diterapkan oleh seluruh unit Nestlé di seluruh dunia.
Dalam penerapannya, PT. Nestlé yang berkedudukan di Swiss telah menyusun
panduan untuk menerapkan atau melakukan studi HACCP. Dengan demikian penerapan
HACCP dilakukan seragam sesuai dengan standar Nestlé. Hal ini akan sangat
berguna untuk mengembangkan sistem HACCP. Studi terhadap HACCP bertujuan
mengevaluasi kemungkinan bahaya keamanan pangan, menghilangkan bahaya tersebut
jika memungkinkan atau untuk menemukan cara dalam mengendalikan bahaya sampai
pada tingkat yang aman. Studi tersebut merupakan cara untuk menemukan tahap
kritis dalam rantai produksi dan distribusi yang harus dikendalikan untuk
menjamin produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi. Meskipun terjadi
transfer sistem manajemen, yaitu dari sistem manajemen internal menjadi IMS
(NQS, NEMS, dan OSHRMS), namun ketiga sistem manajemen internal Nestlé masih
tetap berlaku dan menunjang sistem yang baru. Hal ini dikarenakan sistem
manajemen internal Nestlé lebih bersifat spesifik, yaitu sesuai denganciri khas
operasional Nestlé sebagai perusahaan makanan, dibandingkan dengan IMS yang
merupakan sistem manajemen yang lebih bersifat umum dan dapat diterapkan di
berbagai jenis perusahaan. Perubahan sistem manajemen dari internal Nestlé menjadi
IMS ini disebabkan oleh faktor dari luar dan daridalam Nestlé sendiri. Faktor
dari luar adalah adanya tuntutan konsumen agar sistem manajemen internal Nestlé
diubah menjadi sistem manajemen yang berlaku secara internasional, baik
terhadap mutu, keselamatan dan kesehatan kerja, serta lingkungan. Faktor utama
dari dalam diantaranya adalah adanya beragam sistem yang berjalan bersamaan,
berbeda area implementasi dan tanggung jawab, serta konflik implementasi,
pengendalian, dan pemeliharaan. Dengan demikian IMS diharapkan dapat menjadi
pendekatan yang sinergis, menghemat waktu, usaha, dan biaya, mencegah konflik,
pengulangan, dan duplikasi, serta memudahkan pemeliharaan dokumen, sehingga
akan terbentuk sistem yang terstruktur dan terkendali.
Pelaksanaan internal
audit dilakukan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan, untuk mengetahui apakah
pelaksanaan IMS, proses, dan produk telah:
1. Sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan,
2. Sesuai
persyaratan ISO 9001:2000, OHSAS 18001:1999 dan ISO 14001:2004
3. Sesuai terhadap persyaratan IMS yang telah
ditentukan oleh PT. Nestlé Indonesia Panjang Factory.
4. Sesuai
terhadap persyaratan pelanggan dan perundang-undangan yang berlaku
5. Secara
efektif diterapkandan diimplementasikan.
Tahapan-tahapan dalam
penerapan IMS adalah penyusunan dokumen
Process Mappingbeserta Environmental Aspects(EA) dan Hazard Identification and Risk
Assessment(HIRA); pemenuhan persyaratan undangundang dan persyaratan lainnya;
penyusunan dokumen dari level 1 hingga level 4; sosialisasi dan penerapan IMS;
internal audit; management review meeting; serta continual improvement. Siklus
plan, do, check, action dari ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001 dapat dilihat
pada Gambar 8.
Pelaksanaan
IMS pada akhirnya berguna untuk memastikan hal-hal yang berkaitan mutu,
lingkungan, serta keselamatan dan kesehatan kerja.
a. Mutu
Mutu
merupakan suatu karakteristik / sifat yang harus dimiliki suatu produk.
Karakteristik tersebut harus sesuai dengan keinginan pelanggan, keamanan
pangan, serta peraturan dan persyaratan yang berlaku yang dapat dipenuhi pada
proses produksi dan penyerahan produk pada pelanggan. Pemastian akan mutu ini
dilakukan oleh Nestlé melalui tiga tahapan, yaitu uraian mengenai definisi
produk, penyesuaian terhadap regulasi internal maupun eksternal yang berlaku,
dan penyesuaian dengan
Quality
Monitoring Scheme (QMS). Oleh sebab itu, hal-hal yang
harus dilakukan terhadap mutu adalah mengetahui QMS yang berlaku di setiap tahapan
proses, hanya meneruskan dan melakukan proses atas bahan baku atau Work In
Process (WIP) dan atau produk yang memenuhi ketentuan dalam QMS, serta
memisahkan WIP atau produk yang tidak memenuhi ketentuan QMS dan melakukan
investigasi sebagai tindak lanjut.
b. Lingkungan
Aspek
penting lingkungan adalah aspek lingkungan yang dapat mengakibatkan dampak
penting bagi lingkungan. Aspek penting lingkungan diantaranya adalah konsumsi
sumber daya (air, listrik,material) yang tinggi, limbah (tidak berbahaya) dalam
jumlah yang besar, limbah yang termasuk limbah bahan beracun dan berbahaya,
pencemaran lingkungan akibat aktivitas (kebisingan, getaran, bau, asap, dll),
serta pencemar spesifik seperti freon dan gas rumah kaca. Identifikasi terhadap
aspek penting lingkungan di tiap proses dilakukan terhadap aspek-aspek yang
berpotensi menimbulkan pencemaran, pemborosan sumber daya alam, serta yang
dapat mengakibatkan bencana lingkungan.
c.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Nestlé
melakukannya dengan cara melaksanakan identifikasi terhadap bahaya-bahaya yang
beresiko tinggi, kemudian menyesuaikannya dengan peraturan, persyaratan serta
norma-norma yang berlaku, lalu dilaksanakan dengan dibantu oleh prosedur
pengelolaan yang ada.
DOKUMENTASI
INTEGRATED MANAGEMENT SYSTEM
PT.
NI-PF mempunyai kebijakan untuk mendokumentasikan IMS yang diterapkan dengan
tujuan :
1.
Untuk memastikan seluruh dokumen (internal atau eksternal) yang digunakan di PT.
Nestlé Indonesia - Panjang Factory dalam keadaanterkendali.
2.
Sebagai prasarana untuk pelatihan karyawan.
3.
Sebagai pembuktian penerapan sistem.
4.
Sebagai sumber informasi yang dapat digunakan pada saat akan melakukan
perbaikan atau peningkatan proses maupun produk.
Dokumentasi
IMS terdiri dari beberapa tingkatan dokumen, yaitu level 1, 2, 3, dan 4. Dokumen
level 1 adalah Kebijakan dan Manual Nestlé, dokumen level 2 adalah prosedur
yang menjabarkan proses-proses dan aktivitas-aktivitas utama yang ada di pabrik
Panjang dengan ruang lingkup antar departemen. Dokumen level 3 adalah instruksi
kerja yang merupakan dokumen praktis dan operasional di tiap-tiap line atau
mesin dengan ruang lingkup di departemen tertentu, sedangkan dokumen level 4
berupa form-form dan standar yang digunakan baik dalam proses produksi
maupun dalam proses-proses pendukungnya.
Document controller membuat
daftar penarikan dokumen lama dan penyerahan dokumen baru sesuai dengan dokumen
yang diterima dan yang diberikan, lalu ditandatangani sebagai tanda terima. Dasar
penentuan masa simpan catatan adalah persyaratan pemerintah, persyaratan
pelanggan, dan pertimbangan internal. Diagram alir pembuatan maupun revisi
dokumen dapat dilihat pada Gambar 10.
1.
Kebijakan
dan manual
Kebijakan dan manual merupakan dokumen level satu.
Kebijakan adalah pernyataan mengenai komitmen manajemen puncak PT. Nestlé Indonesia
terhadap mutu, lingkungan, dan K3. Manual adalah penjelasan dari kebijakan,
yaitu pedoman yang menjelaskan mengenai penerapan IMS di lingkungan pabrik.
Manual berisi administrasi, status revisi dan penjelasan revisi, pengendalian dokumen,
prosedur permintaan, profil perusahaan, riwayat singkat, produk/jasa yang
dihasilkan, dan struktur organisasi. Manual dengan jelas memaparkan pendekatan
proses dan obyektif proses, identifikasi aspek penting lingkungan, identifikasi
bahaya kerja resiko tinggi, serta kebijakan pengendalian mutu, K3, dan
lingkungan, dengan menyertakan persyaratan dari acuan standar ISO 9001, ISO
14001, dan OHSAS 18001.
2.
Prosedur
Prosedur merupakan dokumen level tiga yang berlaku
umum dan mengatur suatu aktivitas yang melibatkan lebih dari satu departemen. Prosedur
menjabarkan proses-proses/aktivitas-aktivitas utama yang ada di pabrik Panjang
dengan ruang lingkup antar departemen. Format prosedur PT. NI-PF dapat dilihat
pada Tabel 3. Contoh prosedur yang belum terisi dapat dilihat pada Lampiran 6.
3.
Instruksi Kerja/Working instruction (WI)
WI
adalah dokumen level tiga yang merupakan penjelasan rinci dari pelaksanaan
suatu aktivitas dalam prosedur yang pada umumnya dilakukan oleh satu jabatan
atau posisi dengan mempertimabangkan kecakapan personel dan pengaruh aktivitas
terhadap mutu. Format yangdigunakan berupa narasi dan gambar/foto/video. Contoh
instruksi kerja yang belum terisi dapat
dilihat pada Lampiran 7.
4.
Records / Catatan
Catatan adalah dokumen pendukung berjenis khusus, di
PT. NI-PF disebut sebagai dokumen level 4. Pada pelaksanaannya, dokumen level 4
ini tidak hanya terdiri dari catatan (form dan checklist), tetapi
juga terdiri dari standar, Quality Monitoring Scheme (QMS), EA/HIRA, job
description, MSDS, dll. Catatan merupakan bukti implementasi sistem yang
sesuai dengan persyaratan standar dan juga merupakan bentuk komunikasi antar
departemen.
AUDIT
INTERNAL
Ada dua tipe audit yang dibutuhkan dalam
meregistrasi standar, yaitu audit oleh suatu badan sertifikasi eksternal yang
biasa disebut sebagai audit eksternal, dan audit oleh staf internal yang telah
di training untuk mengaudit yang disebut sebagai audit internal.
Tujuannya adalah untuk meninjau perbaikan proses, menguji bahwa sistem berjalan
dengan semestinya, mencari perbaikan dan memperbaiki atau mencegah
masalah-masalah yang teridentifikasi (Anonim, 2007c).
Tabel 6 menunjukkan temuan-temuan di departemen QA.
Prosedur pengendalian dokumen eksternal tidak tersedia. Document controller
merupakan penanggung jawab dari temuan ini. Tindakan perbaikan dan pencegahan
yang dilakukan adalah segera mencetak dan mendistribusikan prosedur
pengendalian dokumen eksternal ke departemen yang bersangkutan. Temuan lain
yang berkaitan dengan dokumen adalah dokumen lama belum distempel ”obsolete”
dan beberapa form belum diregistrasi. Tindakan perbaikan dan pencegahan
yang harus dilakukan adalah memberi stempel lalu menarik semua dokumen lama
dari line. Tidak hanya itu, champions harus meregister dan memberi nomor
semua form yang ada di areanya. Temuantemuan ini mengacu pada klausul
IMS, yang terdiri dari ISO 9001, ISO 14001 dan OHSAS 18001, yaitu klausul 4.2.3
untuk ISO 9001 dan 4.4.5 untuk ISO 14001 dan OHSAS 18001.
Tabel 7 merupakan temuan hasil audit internal
departemen Production (Filling/Packing) dan Application Group.
Pada saat observasi, tidak terdapat dokumen yang menjelaskan peraturan
pengoperasian alat angkat-angkut. Tidak tersedianya dokumen yang menjelaskan
peraturan forklift menyebabkan operator forklift tidak mengetahui
bahaya-bahaya yang dapat terjadi akibat mengoperasikan alat tersebut. Champion
yang bertanggung jawab pada temuan ini harus membuat dokumen pengoperasian
alat angkat-angkut beserta dokumen pelatihannya. Selain itu, prosedur keadaan
darurat tidak pernah diuji coba secara teratur, tidak ada checklist atau
record yang menyatakan bahwa prosedur tersebut telah dilaksanakan dengan
semestinya. Kedua temuan ini berhubungan dengan ISO 14001 dan OHSAS 18001,
yaitu klausul 4.4.6 mengenai pengendalian operasional.
Temuan-temuan di departemen Finance and Control (FICO)
dapat dilihat pada Tabel 8. Terdapat 50% responden tidak mampu menjelaskan kebijakan
QSHE pada saat interview audit internal. Hal ini dikarenaka kurangnya
sosialisasi kebijakan QSHE pada karyawan. Temuan ini menjadi tanggung jawab HOD
FICO. Persyaratan mengenai kebijakan yang berkenaan dengan temuan ini adalah
ISO 9001 klausul 5.3, ISO 14001 dan OHSAS 18001 klausul 4.2. Selain itu,
ditemukan pula status training matrix yang belum diperbarui. Tindakan
yang harus dilakukan terutama oleh champions yang berwenang adalah
memperbarui training matrix lalu mengkomunikasikannya pada seluruh
karyawan. Temuan ini mengacu pada persyaratan ISO 14001 dan OHSAS 18001, yaitu
klausul 4.1 mengenai tugas, tanggung jawab dan wewenang.
Daftar temuan di departemen Engineering dapat
dilihat pada Tabel 9. Tidak jauh berbeda dengan departemen lain, pada
departemen ini juga terdapat dokumen lama yang belum distempel “obsolete”.
Sebagian dokumen lama tersebar dibeberapa bagian departemen ini sehingga tidak
terbawa pada saat penyerahan dokumen lama kepada document controller.
Tindakan perbaikan dan pencegahan yang harus dilakukan adalah semua dokumen
lama di area engineering dikumpulkan dan diserahkan kepada document
controller untuk distempel dan disimpan.
Temuan-temuan di departemen Resources Planning
Unit (RPU) dapat dilihat pada Tabel 10. Temuan pada departemen ini hampir
sama dengan departemen Engineering, yaitu berupa temuan pada dokumen.
Masih terdapat dokumen lama yang belum distempel ”obsolete”. Selain itu,
WI P3K masih berupa dokumen lama. Champions harus segera mengganti WI
yang lama dengan yang baru sesuai dengan persyaratan IMS serta memberi tanda ”obsolete”
pada semua dokumen lama dan menariknya dari line. Kedua temuan ini
berkaitan dengan persyaratan ISO 9001 klausul 4.2.3 serta ISO 14001 dan OHSAS
18001 pada klausul 4.4.5.
Daftar temuan di departemen Production (Manufacturing)
dapat dilihat pada Tabel 11. Seperti temuan di departemen QA, di departemen ini
tidak ada prosedur pengendalian dokumen eksternal. Selain itu, terdapat
beberapa form belum diregistrasi. Kedua temuan ini berkenaan dengan
persyaratan ISO 9001 klausul 4.2.3 serta ISO 14001 dan OHSAS 18001 pada klausul
4.4.5.
KESIMPULAN
PT.
Nestlé Indonesia – Panjang Factory menghasilkan dua jenis produk
kopi, yaitu kopi instan
dan kopi mixes. Adanya tuntutan perdagangan global agar produk mampu
berdaya saing tinggi, antisipasi terhadap masyarakat yang dinamis dan kreatif,
serta denganmemperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja karyawannya, menggerakkan PT. NI-PF, umumnya
Nestlé di dunia, untuk menerapkan Integrated Management System (IMS).
Sejak berdirinya PT. NI-PF, perusahaan ini telah menerapkan sistem manajemen
internal yang terdiri dari sistem manajemen mutu yang disebut Nestlé Quality
System (NQS), sistem manajemen lingkungan yang disebut sebagai Nestlé
Environmental Management System (NEMS), dan sistem manajemen K3 yang
disebut Operational Safety, Health, and Risk Management System (OSHRMS).
Ketiga sistem manajemen ini ekuivalen dengan ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS
18001 yang ketiganya dikenal sebagai IMS. Dokumen yang digunakan di PT. NI-PF
terdiri dari level 1 hingga level 4. Proses
penerapan IMS di PT. NI-PF terdiri atas penyusunan dokumen Process Mapping beserta
Environmental Aspects (EA) dan Hazard Identification and Risk
Assessment (HIRA). Proses sertifikasi ini dibantu oleh konsultan (InQuest Consulting)
yang memberikan pelatihan serta membantu dalam penyusunan dokumen. Sampai saat
kegiatan magang berakhir, proses sertifikasi baru mencapai tahap audit internal
pertama. Berdasarkan hasil audit internal, didapatkan temuan-temuan yang berupa
minor, mayor, dan improvement. Temuan yang berupa temuan minor diantaranya
terdapat log book yang tidak ditandatangani, tidak ada record
hasil
kalibrasi, Quality Monitoring Scheme yang belum update, prosedur keadaan
darurat tidak diuji coba secara teratur, terdapat aktivitas yang memiliki aspek
penting namun tidak diidentifikasi, ICP tidak dikalibrasi, dsb. Temuan improvement
yaitu berupa dokumen eksternal (Nestec) belum didstribusikan, beberapa form
dan dokumen elektronik belum diregistrasi, terdapat dokumen lama yang belum
distempel “obsolete”, beberapa checklist, log book, dan log
sheet belum diberi nomor, dokumen masih berada di meja SO, dsb. Terdapat
pula temuan yang termasuk temuan mayor, yaitu adanya aktivitas tanpa dokumen,
tidak adanya surat pengangkatan MR, tidak adanya dokumen komunikasi internal,
tidak adanya dokumen audit terhadap supplier,
dan
belum tersedianya dokumen mengenai pengendalian dokumen eksternal. Berdasarkan
literatur, temuan mayor dapat menyebabkan suatu organisasi tidak lolos sertifikasi.
Sehingga apabila dikaitkan dengan temuan mayor di PT. NI-PF dapat dikatakan
bahwa PT. NI-PF belum dapat lolos dalam sertifikasi IMS. Namun, hal ini terjadi
pada tahap audit internal pertama, sehingga apabila PT. NI-PF melaksanakan continual
improvement dengan sungguh-sungguh maka perusahaan ini akan lolos pada
audit eksternal yang berarti berhasil dalam sertifikasi IMS. Batas waktu yang
dibutuhkan untuk memperbaiki setiap temuan berbeda-beda, disesuaikan dengan
jenis temuan dan tingkat keparahan temuan. Secara keseluruhan, persentase implementasi
IMS sudah mencapai 95,20%.
Sumber:
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/11736/F07ima.pdf;jsessionid=51DF71BE3933B75CB1017134F3EDA6C3?sequence=3
berbeda-beda, disesuaikan dengan
jenis temuan dan tingkat keparahan temuan. Secara keseluruhan, persentase implementasi
IMS sudah mencapai 95,20%.
Sumber:
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/11736/F07ima.pdf;jsessionid=51DF71BE3933B75CB1017134F3EDA6C3?sequence=3