Minggu, 15 Mei 2016

TUGAS 4 ETIKA PROFESI

RANGKUMAN SKRIPSI  DARI INTAN MAYASARI (F24103113) BERJUDUL PENERAPAN INTEGRATED MANAGEMENT SYSTEM (ISO 9001, ISO 14001, DAN OHSAS 18001) STUDI KASUS PADA PRODUKSI KOPI INSTAN DI PT. NESTLE INDONESIA – PANJANG FACTORY

INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
2007




Sebagai Tugas Mata Kuliah Etika Profesi
Di susun oleh :
EMALIA VIVIANA
32412481
4ID09

JURUSAN TEKNIK INSUDTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
TANGERANG
2016


LATAR BELAKANG
Skripsi yang dipilih untuk dilakukan pangamatan adalah Skripsi mengenai penerapan standarisasi teknik di sebuah perusahaan, terkait dengan standar teknik yang ada dan telah digunakan oleh perusahaan diantaranya adalah ISO 9001, ISO 14001 dan OHSAS 18001. Latar belakang dari Skripsi yang diamati yaitu Skripsi yang berjudul Penerapan Integrated Management System (Iso 9001, Iso 14001, Dan Ohsas 18001) Studi Kasus Pada Produksi Kopi Instan Di PT Nestle Indonesia Panjang Factory. Latar belakang ini berisi mengenai penjelasan PT Nestle Indonesia Panjang Factory sebagai tempat pengamatan dari hasil skripsi ini.
PT Nestle Indonesia Panjang Factory merupakan pabrik yang memproduksi kopi instan dan mixes dengan merek Nescafe. Bahan baku yang digunakan adalah biji kopi yang berasal dari daerah Lampung dan wilayah lainnya. Nestle memiliki berbagai peralatan modern guna menghasilkan produk yang berkualitas tinggi secara efisien. Dengan NQS, Nestlé selalu memperhatikan dan mengusahakan tercapainya konsistensi mutu dan kepuasan pelanggan yang selalu diperbaiki secara berkelanjutan melalui praktek cara produksi yang baik dan benar, peningkatan skill dan kompetensi sumber daya manusia, proses produksi yang ramah lingkungan dan selalu memprioritaskan keselamatan dan kesehatan kerja (K3), serta pentaatan pada persyaratan peraturan perundangan-undangan dan persyaratan lainnya yang berlaku. Perubahan sistem manajemen dari internal Nestlé menjadi IMS disebabkan oleh faktor dari luar dan dari dalam Nestlé sendiri. Faktor dari luar adalah adanya tuntutan konsumen agar sistem manajemen internal Nestlé diubah menjadi sistem manajemen yang berlaku secara internasional, baik terhadap mutu, keselamatan dan kesehatan kerja, serta lingkungan. Faktor utama dari dalam diantaranya adalah adanya beragam sistem yang berjalan bersamaan, berbeda area implementasi dan tanggung jawab, serta konflik implementasi, pengendalian, dan pemeliharaan. Dengan demikian IMS diharapkan dapat menjadi pendekatan yang sinergis, menghemat waktu, usaha, dan biaya, mencegah konflik, pengulangan, dan duplikasi, serta memudahkan pemeliharaan dokumen, sehingga akan terbentuk sistem yang terstruktur dan terkendali. PT. NI - PF menganggap bahwa ISO merupakan standar manajemen yang dinilai paling fair dalam perdagangan dunia. Oleh sebab itu, PT. NI – PF perlu menginkorporasikan ISO 9001:2000 di dalam Integrated Management System Nestlé sebagai standar sistem manajemen mutu dan ISO 14001:2004 sebagai standar sistem manajemen lingkungan. Selain itu, PT. NI – PF juga menerapkan standar sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja OHSAS (Occupational Health and Safety Assessment Series) 18001:1999 yang diterbitkan oleh British Standards Institution (BSI). OHSAS 18001 dikembangkan serta disesuaikan dengan ISO 9001 dan ISO 14001 untuk memfasilitasi organisasi dalam mengintegrasikan sistem manajemen mutu, lingkungan, dan K3 (BSI, 1999).
            Pengamatan terhadap skripsi ini juga dilakukan terhadap tujuan dari pembuatan skripsi ini yaitu mengetahui sejauh mana implementasi IMS sudah terpenuhi dan kesesuaian dengan penerapan pedoman yang digunakan di peruisahaan agar conditional improvement dapat dilaksanakan. Mengetahui bagaimana ketiga sistem manajemen ISO dan OHSAS dapat diimplementasikan secara efektif. Serta menguji hipotesa bahwa penerapan ISO 9001, ISO 14001, serta OHSAS 18001 berhasil dan dapat meningkatkan kinerja perusahaan.

METODELOGI
Metodelogi penelitian yang digunakan pada skripsi ini adalah dengan melakukan identifikasi masalah. Masalah yang ada adalah bagaimana ketiga sistem manajemen dari ISO dan OHSAS tersebut dapat diimplementasikan secara efektif. Alternatif solusi yang berupa strategi berupa identifikasi bahaya dan aspek-aspek lingkungan, pelaksanaan objektif, target dan program, pelaksanaan rencana mutu, sosialisasi, dokumentasi Nestlé Integrated Management System(NIMS), kesiapan sumber daya
manusia, dan implementasi NIMS. Strategi-strategi yang telah dibuat dan dilaksanakan kemudian diuji kinerjanya dengan audit internal dan eksternal.
Audit internal dilakukan terlebih dahulu daripada audit eksternal. Pada pelaksanannya, audit internal dilakukan sebanyak dua kali, sedangkan audit eksternal dilakukan sebanyak satu kali. Selain itu, akan dilaksanakan tinjauan manajemen sebanyak 2 kali dalam setahun. Temuan yang didapat dari hasil audit terbagi menjadi tiga kategori, yaitu temuan mayor, minor dan improvement. Temuan mayor diperoleh apabila ada klausul dalam ISO maupun OHSAS yang tidak dipenuhi. Temuan ini sangat mempengaruhi mutu produk. Temuan minor diperoleh apabila klausul-klausul sudah terpenuhi hanya saja pelaksanaannya tidak efektif, sedangkan improvementberupa temuan yang tidak begitu berpengaruh terhadap mutu produk, hanya saja akan lebih baik apabila temuan ini dilakukan dengan semestinya. Dalam pelaksanaan audit, keefektifan implementasi IMS diukur dengan tiga hal, yaitu dokumentasi, wawancara dan observasi. Persentase dokumentasi yang harus dipenuhi adalah 100%, wawancara sebanyak 75% dari target, serta 75% untuk observasi. Oservasi lapang dilakukan dengan cara mengamati dan merekam seluruh proses produksi serta terlibat langsung dalam kegiatan perusahaan untuk mendapatkan diagram alir proses secara rinci beserta aplikasi sistem manajemen mutu di PT. NI–PF. Informasi yang diperoleh dari hasil observasi lapang berupa informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan IMS kepada IMS championsserta mengenai proses produksi kepada karyawan dan supervisordi departemen produksi serta di departemen penunjang produksi untuk mengidentifikasi “good practices” dan mendapatkan gambaran mengenai kesesuaian standar yang digunakan dengan keadaan di lapangan. Studi pustaka dilakukan dengan caramencari referensi dan literatur di internet, perpustakaan, serta referensi yang dimiliki oleh perusahaan. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan informasi, data pelengkap, dan pembanding mengenai  integrated management systemuntuk mengetahui kesesuaian penerapan yang telah dilakukan oleh PT. NI-PF sekaligus sebagai masukan bagi perusahaan.

PROSES PRODUKSI
Skripsi ini juga memaparkan penjelasan mengenai proses produksi produk yang diteliti yaitu pembuatan kopi Nescafe. Pada skripsi ini menjelaskan bahawa pada dasarnya pengolahan kopi dari bahan baku hingga menjadi kopi yang dapat dikonsumsi mencakup 5 hal, yaitu penyangraian, penggilingan, ekstraksi, evaporasi, dan pengeringan semprot (spray drying).
1.        Penyangraian
Sebelum menuju proses penyangraian, biji kopi (green coffee) harus melalui proses tippingterlebih dahulu. Proses tippingbertujuan untuk memindahkan biji kopi dari karung ke dalam silo, sesuai dengan kualitas kopi yang akan digunakan. Selain itu dilakukan pembersihan biji kopi dari kotoran yang mungkin ada di dalam karung. Kopi yang berada di dalam karung diletakkan ke lubang tipping. Bagian bawah dari lubang tipping terhubung dengan screw conveyor, yang berfungsi untuk melakukan pemindahan biji kopi itu ke bawah bucket elevator. Bucket elevator ini akan mengangkat biji kopi ke tempat yang lebih tinggi di mana terdapat destoner. Bagian outlet dari bucket elevator ini terhubung dengan inletdestoner. Di dalam destoner inilah dilakukan pemisahan biji kopi dengan material lain seperti debu dengan cara dihisap oleh bag filter, paku/logam dengan menggunakan magnet trap dan kayu atau serat lainnya dengan cara vibrasi. Sesudah keluar dari destoner biji kopi tersebut ditiup dengan menggunakan bloweruntuk menuju silo.
Gambar 1 Skema Proses Tipping
Pada tahap ini biji kopi di sangrai dan diberikan panas yang berguna untuk mengoptimalkan aroma, menghilankan kadar air dan kadar karbon dioksida serta akan meningkatkan ukuran dan warna dari biji kopi tersebut. Penyaringan ini mengalirkan udara panas dengan temperatur sangat tinggi. Setelah warna biji kopi yang diinginklan sudah sesuai, maka proses selanjutnya adalah mendinginkan secara cepat dengan menggunakan air untuk menghentikan proses penyangraian. Selain itu terdapat fungsi penyaring juga yaitu untuk membentuk rasa yang diinginkan, untuk membentuk warna dan tekstur. Penyangraian yang kurang sempurna dan penyangraian yang berlebihan akan menurunkan kadar kopi untuk di ekstrak atau dapat disesbut juga dengan extractability. Gamabar 2 menunjukkan hasil dari proses penyangraian, yang dapat dilihat perubahan warna pada biji kopi.
Gambar 1 Proses Penyangraian Biji Kopi
2.        Penggilingan
Proses penggilangan ini bertujuan untuk memecah biji kopi yang telah di sangrai atau disebut dengan roasted coffe  di pecah menjadi ukuran yang lebih kecil dengan menggunakan mesin grinder. Proses ini juga bertujuan untuk menghilangkan kulit ari pada bij kopi. Proses ini juga berfungsi untuk memudahkan proses selanjutnya yaitu proses ekstraksi, karena kopi yang tidak halus akan menyebabkan proses ekstraksi semakin lama.         
3.        Ekstraksi
Proses ekstraksi merupakan proses melarutkan bubuk kopi yang sudah melewati proses penggilingan di larutkan hingga mendapatkan kopi dalam bentuk cairan. Proses ini menggunakan bantuan tekanan dan suhu yang sesuai.
4.        Evaporasi
Proses evaporasi ini untuk menguapkan larutan kopi cair yang telah diekstrak dan didapatkan ekstrak kopi yang lebih kental dan kadar air yang telah berkurang. Proses ini dilakukan pada mesin evaporator, yang memberikan tekanan panas sehingga uap air menguap dengan bantuan uap panas.
5.      Pengeringan
Proses ini merupakan mengubah bentuk kopi dari bentuk cair menjadi bentuk bubuk dengan bantuan suhu panas/dingin. Terdapat 2 metode pada proses ini yaitu metode pengeringan semprot dan pengeringan beku. Pengeringan semprot bekerja dengan menyemprotkan cairan kopi dengan udara yang panas dari ketinggian tertentu. Sedangkan pengeringan beku hampir sama dengan pengeringan semprot hanya saja pada pengeringan beku tidak di panaskan tetapi didinginkan sehingga uap air yang terdapat dalam larutan ekstrak kopi menjadi es sehingga didapatkan kopi bubuk.
Gambar 3 Proses Produksi Dari Biji Kopi Hingga Menjadi Kopi Instan
Produk kopi Nescafe selain kopi instan terdapat juga kopi mixes, kopi tersebut merupakan kopi dengan tambahan gula, krim dan bahan pelengkap lainnya seperti garam, kokoa dan lain-lain. Contoh produk Nescafe 3 in 1 original, Nescafe cappucino, Nescafe ice, dan lain-lain yang dalam aplikasinya semua itu dilakukan di dry mix(mencampur kering) atau mencampur bahan-bahan tersebut tanpa air sama sekali. Proses produksi coffe mixes sama dengan tahapan pada proses kopi instan lainnya. Hanya saja ada terdapat proses milling sugar yaitu proses untuk mencampur gula , dan proses weighing hopper proses pengukuran bahan-bahan yang digunakan, seperti melakukan proses menimbang secara otomatis sesuai formula yang telah di tentukan dengan menggunakan weighing hopper. Setelah itu adalah proses mixer, proses mixer merupakan pencampuran semua bahan sehinnga menghasilkan bubuk mix yang homogeny, pencampuran ini dilakukan pada mesin mixer.

HASIL DAN PEMBAHASAN
PT. Nestlé Indonesia – Panjang Factory yang merupakan anak perusahaan dari PT. Nestlé menghasilkan dua jenis produk kopi, yaitu kopi instan dan kopi mixes. Pada dasarnya proses produksi kedua jenis produk kopi ini terdiri dari penyangraian, penggilingan, ekstraksi, evaporasi dan pengeringan semprot (spray drying). Namun, perbedaan antara kedua kopi ini terletak pada proses setelah pengeringan semprot. Kopi instan akan mengalami proses dari teknologi aglomerasi, sedangkan proses ini tidak dilakukan pada kopi mixes. Pada kopi mixes, setelah dikeringkan dengan pengering semprot, bubuk kopi yang dihasilkan akan dicampur dengan bahan-bahan lain/premixsesuai dengan formula yang diinginkan. Pada umumnya bahan-bahan yang dicampurkan terdiri dari gula, krimer, flavor, garam dan bahan lainnya. Proses pencampuran antara kopi bubuk dan premixdilakukan tanpa air sama sekali.
1.        Kebijakan PT Nestle Indonesia Panjang Factory
PT Nestle Indonesia Panjang Factory memiliki selogan good food good life yang menggambarjan bahwa perusahaan nestle peduli akan kesehatan umat manusia dengan menghasilkan makanan yang sehat, aman, berkualitas, bergizi dan menyenangkan untuk dikonsukmsi.
2.    Integrated Management System
Menurut Whitelaw (2004), integrated management system adalah suatu sistem manajemen yang terdiri dari ISO 14001 ditambah paling tidak satu sistem manajemen lain. Baik kedua (atau lebih) sistem manajemen tersebut harus berjalan bersamaan dengan sistem manajemen lain dan dapat diaudit oleh suatu badan eksternal. IMS merupakan gabungan dari tiga sistem manajemen yang diterapkan secara bersamaan, yaitu ISO 9001 (sistem manajemen mutu), ISO 14001 (sistem manajemen lingkungan), dan OHSAS 18001 (sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja). Sistem manajemen tersebut dibuat oleh suatu organisasi independen, yaitu ISO (International Organization for Standardization) untuk ISO 9001 & 14001, dan BSI (British Standards Intitution) untuk OHSAS 18001. Ketiga sistem manajemen ini diakui secara internasional dan telah diadopsi, baik oleh institusi pemerintah, swasta, dll. PT. NI-PF hingga saat ini memiliki sistem manajemen internal mengenai mutu, lingkungan, dan K3. Sistem manajemen internal tersebut adalah Nestlé Quality System(NQS) yang ekuivalen dengan ISO 9001, Nestlé Environmental Management System(NEMS) yang ekuivalen dengan ISO 14001, serta Operational Safety, Health, and Risk Management System (OSHRMS) yang ekuivalen dengan OHSAS 18001. Hingga saat ini NQS adalah
panduan mutu bagi Nestlé yang menunjukkan cara pencapaian mutu dari sudut pandang Nestlé. Nestlé selalu menganggap bahwa sukses dibangun dari mutu. Lebih lanjut, mutu adalah keuntungan kompetitif dalam pemuasan kebutuhan konsumen. Mutu tersebut melingkupi perencanaan hingga pelaksanaan yang dilaksanakan oleh semua pihak dengan usaha bersama. NQS juga menggambarkan organisasi dan tanggung jawabnya dalam seluruh jajaran Nestlé, mulai dari pusat, daerah, divisi bisnis hingga pabrik, serta dalam hubungannya dengan pemasok. NQS digunakan untuk semua produk yang dijual menggunakan nama grup Nestlé. Tidak hanya itu, NQS juga digunakan oleh seluruh partner bisnis yang terlibat dalam produk-produk Nestlé. Sistem ini terdiri dari 36 elemen yang setaraf dengan klausul-klausul yang terdapat di dalam ISO 9001. Panduan dalam implementasi NQS terbagi menjadi dua, yaitu tingkat prioritas utama (First Priority Level), yaitu keamanan pangan, dan Advanced Level, yaitu konsistensi produk dan preferensi konsumen. Prioritas utama berupa persyaratan minimum absolut untuk menjamin kemanan pangan. Elemen-elemen dalam sistem mutu yang harus diimplementasikan secara menyeluruh, dipertahankan secara konstan, dan tidak dapat ditawar lagi, yaitu GMP, HACCP, pengawasan terhadap patogen pada lingkungan produksi, Quality Monitoring Scheme(QMS), kalibrasi instrumen, identifikasi lot, pengkodean, recall, dsb. Sebagai salah satu produsen makanan terkemuka, PT. Nestlé Indonesia memberikan perhatian yang sangat seriusterhadap masalah keamanan dari produk yang dihasilkan. Keamanan pangan adalah aspek mutu yang tidak bisa ditawar. PT. Nestlé Indonesia memberikan jaminan bahwa semua produk yang dihasilkan tidak akan menimbulkan bahaya kesehatan bagi konsumen. Jaminan tersebut diberikan dalam bentuk penerapan sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dalam seluruh proses produksi dari seluruh produk yang dihasilkan. Penerapan HACCP merupakan elemen yang tidak terpisahkan dari penerapan NQS. Sistem HACCP adalah suatu sistem yang mengidentifikasikan bahaya spesifik yang mungkin timbul dalam mata rantai produksi makanan dan tindakan pencegahan untuk mengendalikanbahaya tersebut dengan tujuan untuk menjamin keamanan pangan. HACCP merupakan alat yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penyakit atau luka akibat mengkonsumsi produk. Pihak manajemen Nestlé sangatberkomitmen untuk menggunakan prinsip-prinsip HACCP Code Alimentarius. Implementasi Nestlé GMP (NGMP) merupakan prasyarat yang sangat penting di dalam HACCP. HACCP juga merupakan pertimbangan utama dalam rantai suplai produk pangan, dimulai dari desain produk dan sumber bahan baku, termasuk aplikasi proses pada supplier, proses produksi, dan distribusi hingga persiapan dan konsumsi oleh konsumen akhir. Hal ini diistilahkan dengan “From Farm To Table”. Tanggung jawab manajemen adalah untuk menjamin bahwa tiap-tiap pabrik yang beroperasi benar-benar menjalankan HACCP. Sistem HACCP harus diterapkan oleh seluruh unit Nestlé di seluruh dunia. Dalam penerapannya, PT. Nestlé yang berkedudukan di Swiss telah menyusun panduan untuk menerapkan atau melakukan studi HACCP. Dengan demikian penerapan HACCP dilakukan seragam sesuai dengan standar Nestlé. Hal ini akan sangat berguna untuk mengembangkan sistem HACCP. Studi terhadap HACCP bertujuan mengevaluasi kemungkinan bahaya keamanan pangan, menghilangkan bahaya tersebut jika memungkinkan atau untuk menemukan cara dalam mengendalikan bahaya sampai pada tingkat yang aman. Studi tersebut merupakan cara untuk menemukan tahap kritis dalam rantai produksi dan distribusi yang harus dikendalikan untuk menjamin produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi. Meskipun terjadi transfer sistem manajemen, yaitu dari sistem manajemen internal menjadi IMS (NQS, NEMS, dan OSHRMS), namun ketiga sistem manajemen internal Nestlé masih tetap berlaku dan menunjang sistem yang baru. Hal ini dikarenakan sistem manajemen internal Nestlé lebih bersifat spesifik, yaitu sesuai denganciri khas operasional Nestlé sebagai perusahaan makanan, dibandingkan dengan IMS yang merupakan sistem manajemen yang lebih bersifat umum dan dapat diterapkan di berbagai jenis perusahaan. Perubahan sistem manajemen dari internal Nestlé menjadi IMS ini disebabkan oleh faktor dari luar dan daridalam Nestlé sendiri. Faktor dari luar adalah adanya tuntutan konsumen agar sistem manajemen internal Nestlé diubah menjadi sistem manajemen yang berlaku secara internasional, baik terhadap mutu, keselamatan dan kesehatan kerja, serta lingkungan. Faktor utama dari dalam diantaranya adalah adanya beragam sistem yang berjalan bersamaan, berbeda area implementasi dan tanggung jawab, serta konflik implementasi, pengendalian, dan pemeliharaan. Dengan demikian IMS diharapkan dapat menjadi pendekatan yang sinergis, menghemat waktu, usaha, dan biaya, mencegah konflik, pengulangan, dan duplikasi, serta memudahkan pemeliharaan dokumen, sehingga akan terbentuk sistem yang terstruktur dan terkendali.

Pelaksanaan internal audit dilakukan sesuai dengan waktu yang telah  direncanakan, untuk mengetahui apakah pelaksanaan IMS, proses, dan produk telah:
1.  Sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan,
2.  Sesuai persyaratan ISO 9001:2000, OHSAS 18001:1999 dan ISO 14001:2004
3. Sesuai terhadap persyaratan IMS yang telah ditentukan oleh PT. Nestlé Indonesia Panjang Factory.
4.  Sesuai terhadap persyaratan pelanggan dan perundang-undangan yang berlaku
5.  Secara efektif diterapkandan diimplementasikan.
Tahapan-tahapan dalam penerapan IMS adalah penyusunan dokumen
Process Mappingbeserta  Environmental Aspects(EA) dan  Hazard Identification and Risk Assessment(HIRA); pemenuhan persyaratan undangundang dan persyaratan lainnya; penyusunan dokumen dari level 1 hingga level 4; sosialisasi dan penerapan IMS; internal audit; management review meeting; serta continual improvement. Siklus plan, do, check, action dari ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001 dapat dilihat pada Gambar 8.
Pelaksanaan IMS pada akhirnya berguna untuk memastikan hal-hal yang berkaitan mutu, lingkungan, serta keselamatan dan kesehatan kerja.
a. Mutu
Mutu merupakan suatu karakteristik / sifat yang harus dimiliki suatu produk. Karakteristik tersebut harus sesuai dengan keinginan pelanggan, keamanan pangan, serta peraturan dan persyaratan yang berlaku yang dapat dipenuhi pada proses produksi dan penyerahan produk pada pelanggan. Pemastian akan mutu ini dilakukan oleh Nestlé melalui tiga tahapan, yaitu uraian mengenai definisi produk, penyesuaian terhadap regulasi internal maupun eksternal yang berlaku, dan penyesuaian dengan
Quality Monitoring Scheme (QMS). Oleh sebab itu, hal-hal yang harus dilakukan terhadap mutu adalah mengetahui QMS yang berlaku di setiap tahapan proses, hanya meneruskan dan melakukan proses atas bahan baku atau Work In Process (WIP) dan atau produk yang memenuhi ketentuan dalam QMS, serta memisahkan WIP atau produk yang tidak memenuhi ketentuan QMS dan melakukan investigasi sebagai tindak lanjut.
b. Lingkungan
Aspek penting lingkungan adalah aspek lingkungan yang dapat mengakibatkan dampak penting bagi lingkungan. Aspek penting lingkungan diantaranya adalah konsumsi sumber daya (air, listrik,material) yang tinggi, limbah (tidak berbahaya) dalam jumlah yang besar, limbah yang termasuk limbah bahan beracun dan berbahaya, pencemaran lingkungan akibat aktivitas (kebisingan, getaran, bau, asap, dll), serta pencemar spesifik seperti freon dan gas rumah kaca. Identifikasi terhadap aspek penting lingkungan di tiap proses dilakukan terhadap aspek-aspek yang berpotensi menimbulkan pencemaran, pemborosan sumber daya alam, serta yang dapat mengakibatkan bencana lingkungan.
c. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Nestlé melakukannya dengan cara melaksanakan identifikasi terhadap bahaya-bahaya yang beresiko tinggi, kemudian menyesuaikannya dengan peraturan, persyaratan serta norma-norma yang berlaku, lalu dilaksanakan dengan dibantu oleh prosedur pengelolaan yang ada.

DOKUMENTASI INTEGRATED MANAGEMENT SYSTEM
PT. NI-PF mempunyai kebijakan untuk mendokumentasikan IMS yang diterapkan dengan tujuan :
1. Untuk memastikan seluruh dokumen (internal atau eksternal) yang digunakan di PT. Nestlé Indonesia - Panjang Factory dalam keadaanterkendali.
2. Sebagai prasarana untuk pelatihan karyawan.
3. Sebagai pembuktian penerapan sistem.
4. Sebagai sumber informasi yang dapat digunakan pada saat akan melakukan perbaikan atau peningkatan proses maupun produk.
Dokumentasi IMS terdiri dari beberapa tingkatan dokumen, yaitu level 1, 2, 3, dan 4. Dokumen level 1 adalah Kebijakan dan Manual Nestlé, dokumen level 2 adalah prosedur yang menjabarkan proses-proses dan aktivitas-aktivitas utama yang ada di pabrik Panjang dengan ruang lingkup antar departemen. Dokumen level 3 adalah instruksi kerja yang merupakan dokumen praktis dan operasional di tiap-tiap line atau mesin dengan ruang lingkup di departemen tertentu, sedangkan dokumen level 4 berupa form-form dan standar yang digunakan baik dalam proses produksi maupun dalam proses-proses pendukungnya.

Document controller membuat daftar penarikan dokumen lama dan penyerahan dokumen baru sesuai dengan dokumen yang diterima dan yang diberikan, lalu ditandatangani sebagai tanda terima. Dasar penentuan masa simpan catatan adalah persyaratan pemerintah, persyaratan pelanggan, dan pertimbangan internal. Diagram alir pembuatan maupun revisi dokumen dapat dilihat pada Gambar 10.
1.        Kebijakan dan manual
Kebijakan dan manual merupakan dokumen level satu. Kebijakan adalah pernyataan mengenai komitmen manajemen puncak PT. Nestlé Indonesia terhadap mutu, lingkungan, dan K3. Manual adalah penjelasan dari kebijakan, yaitu pedoman yang menjelaskan mengenai penerapan IMS di lingkungan pabrik. Manual berisi administrasi, status revisi dan penjelasan revisi, pengendalian dokumen, prosedur permintaan, profil perusahaan, riwayat singkat, produk/jasa yang dihasilkan, dan struktur organisasi. Manual dengan jelas memaparkan pendekatan proses dan obyektif proses, identifikasi aspek penting lingkungan, identifikasi bahaya kerja resiko tinggi, serta kebijakan pengendalian mutu, K3, dan lingkungan, dengan menyertakan persyaratan dari acuan standar ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001.
2. Prosedur
Prosedur merupakan dokumen level tiga yang berlaku umum dan mengatur suatu aktivitas yang melibatkan lebih dari satu departemen. Prosedur menjabarkan proses-proses/aktivitas-aktivitas utama yang ada di pabrik Panjang dengan ruang lingkup antar departemen. Format prosedur PT. NI-PF dapat dilihat pada Tabel 3. Contoh prosedur yang belum terisi dapat dilihat pada Lampiran 6.
3. Instruksi Kerja/Working instruction (WI)
WI adalah dokumen level tiga yang merupakan penjelasan rinci dari pelaksanaan suatu aktivitas dalam prosedur yang pada umumnya dilakukan oleh satu jabatan atau posisi dengan mempertimabangkan kecakapan personel dan pengaruh aktivitas terhadap mutu. Format yangdigunakan berupa narasi dan gambar/foto/video. Contoh instruksi kerja  yang belum terisi dapat dilihat pada Lampiran 7.
4. Records / Catatan
Catatan adalah dokumen pendukung berjenis khusus, di PT. NI-PF disebut sebagai dokumen level 4. Pada pelaksanaannya, dokumen level 4 ini tidak hanya terdiri dari catatan (form dan checklist), tetapi juga terdiri dari standar, Quality Monitoring Scheme (QMS), EA/HIRA, job description, MSDS, dll. Catatan merupakan bukti implementasi sistem yang sesuai dengan persyaratan standar dan juga merupakan bentuk komunikasi antar departemen.
AUDIT INTERNAL
Ada dua tipe audit yang dibutuhkan dalam meregistrasi standar, yaitu audit oleh suatu badan sertifikasi eksternal yang biasa disebut sebagai audit eksternal, dan audit oleh staf internal yang telah di training untuk mengaudit yang disebut sebagai audit internal. Tujuannya adalah untuk meninjau perbaikan proses, menguji bahwa sistem berjalan dengan semestinya, mencari perbaikan dan memperbaiki atau mencegah masalah-masalah yang teridentifikasi (Anonim, 2007c).
Tabel 6 menunjukkan temuan-temuan di departemen QA. Prosedur pengendalian dokumen eksternal tidak tersedia. Document controller merupakan penanggung jawab dari temuan ini. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang dilakukan adalah segera mencetak dan mendistribusikan prosedur pengendalian dokumen eksternal ke departemen yang bersangkutan. Temuan lain yang berkaitan dengan dokumen adalah dokumen lama belum distempel ”obsolete” dan beberapa form belum diregistrasi. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang harus dilakukan adalah memberi stempel lalu menarik semua dokumen lama dari line. Tidak hanya itu, champions harus meregister dan memberi nomor semua form yang ada di areanya. Temuantemuan ini mengacu pada klausul IMS, yang terdiri dari ISO 9001, ISO 14001 dan OHSAS 18001, yaitu klausul 4.2.3 untuk ISO 9001 dan 4.4.5 untuk ISO 14001 dan OHSAS 18001.
Tabel 7 merupakan temuan hasil audit internal departemen Production (Filling/Packing) dan Application Group. Pada saat observasi, tidak terdapat dokumen yang menjelaskan peraturan pengoperasian alat angkat-angkut. Tidak tersedianya dokumen yang menjelaskan peraturan forklift menyebabkan operator forklift tidak mengetahui bahaya-bahaya yang dapat terjadi akibat mengoperasikan alat tersebut. Champion yang bertanggung jawab pada temuan ini harus membuat dokumen pengoperasian alat angkat-angkut beserta dokumen pelatihannya. Selain itu, prosedur keadaan darurat tidak pernah diuji coba secara teratur, tidak ada checklist atau record yang menyatakan bahwa prosedur tersebut telah dilaksanakan dengan semestinya. Kedua temuan ini berhubungan dengan ISO 14001 dan OHSAS 18001, yaitu klausul 4.4.6 mengenai pengendalian operasional.
Temuan-temuan di departemen Finance and Control (FICO) dapat dilihat pada Tabel 8. Terdapat 50% responden tidak mampu menjelaskan kebijakan QSHE pada saat interview audit internal. Hal ini dikarenaka kurangnya sosialisasi kebijakan QSHE pada karyawan. Temuan ini menjadi tanggung jawab HOD FICO. Persyaratan mengenai kebijakan yang berkenaan dengan temuan ini adalah ISO 9001 klausul 5.3, ISO 14001 dan OHSAS 18001 klausul 4.2. Selain itu, ditemukan pula status training matrix yang belum diperbarui. Tindakan yang harus dilakukan terutama oleh champions yang berwenang adalah memperbarui training matrix lalu mengkomunikasikannya pada seluruh karyawan. Temuan ini mengacu pada persyaratan ISO 14001 dan OHSAS 18001, yaitu klausul 4.1 mengenai tugas, tanggung jawab dan wewenang.
Daftar temuan di departemen Engineering dapat dilihat pada Tabel 9. Tidak jauh berbeda dengan departemen lain, pada departemen ini juga terdapat dokumen lama yang belum distempel “obsolete”. Sebagian dokumen lama tersebar dibeberapa bagian departemen ini sehingga tidak terbawa pada saat penyerahan dokumen lama kepada document controller. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang harus dilakukan adalah semua dokumen lama di area engineering dikumpulkan dan diserahkan kepada document controller untuk distempel dan disimpan.
Temuan-temuan di departemen Resources Planning Unit (RPU) dapat dilihat pada Tabel 10. Temuan pada departemen ini hampir sama dengan departemen Engineering, yaitu berupa temuan pada dokumen. Masih terdapat dokumen lama yang belum distempel ”obsolete”. Selain itu, WI P3K masih berupa dokumen lama. Champions harus segera mengganti WI yang lama dengan yang baru sesuai dengan persyaratan IMS serta memberi tanda ”obsolete” pada semua dokumen lama dan menariknya dari line. Kedua temuan ini berkaitan dengan persyaratan ISO 9001 klausul 4.2.3 serta ISO 14001 dan OHSAS 18001 pada klausul 4.4.5.
Daftar temuan di departemen Production (Manufacturing) dapat dilihat pada Tabel 11. Seperti temuan di departemen QA, di departemen ini tidak ada prosedur pengendalian dokumen eksternal. Selain itu, terdapat beberapa form belum diregistrasi. Kedua temuan ini berkenaan dengan persyaratan ISO 9001 klausul 4.2.3 serta ISO 14001 dan OHSAS 18001 pada klausul 4.4.5.
KESIMPULAN
PT. Nestlé Indonesia – Panjang Factory menghasilkan dua jenis produk
kopi, yaitu kopi instan dan kopi mixes. Adanya tuntutan perdagangan global agar produk mampu berdaya saing tinggi, antisipasi terhadap masyarakat yang dinamis dan kreatif, serta denganmemperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja  karyawannya, menggerakkan PT. NI-PF, umumnya Nestlé di dunia, untuk menerapkan Integrated Management System (IMS). Sejak berdirinya PT. NI-PF, perusahaan ini telah menerapkan sistem manajemen internal yang terdiri dari sistem manajemen mutu yang disebut Nestlé Quality System (NQS), sistem manajemen lingkungan yang disebut sebagai Nestlé Environmental Management System (NEMS), dan sistem manajemen K3 yang disebut Operational Safety, Health, and Risk Management System (OSHRMS). Ketiga sistem manajemen ini ekuivalen dengan ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001 yang ketiganya dikenal sebagai IMS. Dokumen yang digunakan di PT. NI-PF terdiri dari level 1 hingga level 4.  Proses penerapan IMS di PT. NI-PF terdiri atas penyusunan dokumen Process Mapping beserta Environmental Aspects (EA) dan Hazard Identification and Risk Assessment (HIRA). Proses sertifikasi ini dibantu oleh konsultan (InQuest Consulting) yang memberikan pelatihan serta membantu dalam penyusunan dokumen. Sampai saat kegiatan magang berakhir, proses sertifikasi baru mencapai tahap audit internal pertama. Berdasarkan hasil audit internal, didapatkan temuan-temuan yang berupa minor, mayor, dan improvement. Temuan yang berupa temuan minor diantaranya terdapat log book yang tidak ditandatangani, tidak ada record
hasil kalibrasi, Quality Monitoring Scheme yang belum update, prosedur keadaan darurat tidak diuji coba secara teratur, terdapat aktivitas yang memiliki aspek penting namun tidak diidentifikasi, ICP tidak dikalibrasi, dsb. Temuan improvement yaitu berupa dokumen eksternal (Nestec) belum didstribusikan, beberapa form dan dokumen elektronik belum diregistrasi, terdapat dokumen lama yang belum distempel “obsolete”, beberapa checklist, log book, dan log sheet belum diberi nomor, dokumen masih berada di meja SO, dsb. Terdapat pula temuan yang termasuk temuan mayor, yaitu adanya aktivitas tanpa dokumen, tidak adanya surat pengangkatan MR, tidak adanya dokumen komunikasi internal, tidak adanya dokumen audit terhadap supplier,
dan belum tersedianya dokumen mengenai pengendalian dokumen eksternal. Berdasarkan literatur, temuan mayor dapat menyebabkan suatu organisasi tidak lolos sertifikasi. Sehingga apabila dikaitkan dengan temuan mayor di PT. NI-PF dapat dikatakan bahwa PT. NI-PF belum dapat lolos dalam sertifikasi IMS. Namun, hal ini terjadi pada tahap audit internal pertama, sehingga apabila PT. NI-PF melaksanakan continual improvement dengan sungguh-sungguh maka perusahaan ini akan lolos pada audit eksternal yang berarti berhasil dalam sertifikasi IMS. Batas waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki setiap temuanRANGKUMAN SKRIPSI  DARI INTAN MAYASARI (F24103113) BERJUDUL PENERAPAN INTEGRATED MANAGEMENT SYSTEM (ISO 9001, ISO 14001, DAN OHSAS 18001) STUDI KASUS PADA PRODUKSI KOPI INSTAN DI PT. NESTLE INDONESIA – PANJANG FACTORY

INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
2007




Sebagai Tugas Mata Kuliah Etika Profesi
Di susun oleh :
EMALIA VIVIANA
32412481
4ID09

JURUSAN TEKNIK INSUDTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
TANGERANG
2016


LATAR BELAKANG
Skripsi yang dipilih untuk dilakukan pangamatan adalah Skripsi mengenai penerapan standarisasi teknik di sebuah perusahaan, terkait dengan standar teknik yang ada dan telah digunakan oleh perusahaan diantaranya adalah ISO 9001, ISO 14001 dan OHSAS 18001. Latar belakang dari Skripsi yang diamati yaitu Skripsi yang berjudul Penerapan Integrated Management System (Iso 9001, Iso 14001, Dan Ohsas 18001) Studi Kasus Pada Produksi Kopi Instan Di PT Nestle Indonesia Panjang Factory. Latar belakang ini berisi mengenai penjelasan PT Nestle Indonesia Panjang Factory sebagai tempat pengamatan dari hasil skripsi ini.
PT Nestle Indonesia Panjang Factory merupakan pabrik yang memproduksi kopi instan dan mixes dengan merek Nescafe. Bahan baku yang digunakan adalah biji kopi yang berasal dari daerah Lampung dan wilayah lainnya. Nestle memiliki berbagai peralatan modern guna menghasilkan produk yang berkualitas tinggi secara efisien. Dengan NQS, Nestlé selalu memperhatikan dan mengusahakan tercapainya konsistensi mutu dan kepuasan pelanggan yang selalu diperbaiki secara berkelanjutan melalui praktek cara produksi yang baik dan benar, peningkatan skill dan kompetensi sumber daya manusia, proses produksi yang ramah lingkungan dan selalu memprioritaskan keselamatan dan kesehatan kerja (K3), serta pentaatan pada persyaratan peraturan perundangan-undangan dan persyaratan lainnya yang berlaku. Perubahan sistem manajemen dari internal Nestlé menjadi IMS disebabkan oleh faktor dari luar dan dari dalam Nestlé sendiri. Faktor dari luar adalah adanya tuntutan konsumen agar sistem manajemen internal Nestlé diubah menjadi sistem manajemen yang berlaku secara internasional, baik terhadap mutu, keselamatan dan kesehatan kerja, serta lingkungan. Faktor utama dari dalam diantaranya adalah adanya beragam sistem yang berjalan bersamaan, berbeda area implementasi dan tanggung jawab, serta konflik implementasi, pengendalian, dan pemeliharaan. Dengan demikian IMS diharapkan dapat menjadi pendekatan yang sinergis, menghemat waktu, usaha, dan biaya, mencegah konflik, pengulangan, dan duplikasi, serta memudahkan pemeliharaan dokumen, sehingga akan terbentuk sistem yang terstruktur dan terkendali. PT. NI - PF menganggap bahwa ISO merupakan standar manajemen yang dinilai paling fair dalam perdagangan dunia. Oleh sebab itu, PT. NI – PF perlu menginkorporasikan ISO 9001:2000 di dalam Integrated Management System Nestlé sebagai standar sistem manajemen mutu dan ISO 14001:2004 sebagai standar sistem manajemen lingkungan. Selain itu, PT. NI – PF juga menerapkan standar sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja OHSAS (Occupational Health and Safety Assessment Series) 18001:1999 yang diterbitkan oleh British Standards Institution (BSI). OHSAS 18001 dikembangkan serta disesuaikan dengan ISO 9001 dan ISO 14001 untuk memfasilitasi organisasi dalam mengintegrasikan sistem manajemen mutu, lingkungan, dan K3 (BSI, 1999).
            Pengamatan terhadap skripsi ini juga dilakukan terhadap tujuan dari pembuatan skripsi ini yaitu mengetahui sejauh mana implementasi IMS sudah terpenuhi dan kesesuaian dengan penerapan pedoman yang digunakan di peruisahaan agar conditional improvement dapat dilaksanakan. Mengetahui bagaimana ketiga sistem manajemen ISO dan OHSAS dapat diimplementasikan secara efektif. Serta menguji hipotesa bahwa penerapan ISO 9001, ISO 14001, serta OHSAS 18001 berhasil dan dapat meningkatkan kinerja perusahaan.

METODELOGI
Metodelogi penelitian yang digunakan pada skripsi ini adalah dengan melakukan identifikasi masalah. Masalah yang ada adalah bagaimana ketiga sistem manajemen dari ISO dan OHSAS tersebut dapat diimplementasikan secara efektif. Alternatif solusi yang berupa strategi berupa identifikasi bahaya dan aspek-aspek lingkungan, pelaksanaan objektif, target dan program, pelaksanaan rencana mutu, sosialisasi, dokumentasi Nestlé Integrated Management System(NIMS), kesiapan sumber daya
manusia, dan implementasi NIMS. Strategi-strategi yang telah dibuat dan dilaksanakan kemudian diuji kinerjanya dengan audit internal dan eksternal.
Audit internal dilakukan terlebih dahulu daripada audit eksternal. Pada pelaksanannya, audit internal dilakukan sebanyak dua kali, sedangkan audit eksternal dilakukan sebanyak satu kali. Selain itu, akan dilaksanakan tinjauan manajemen sebanyak 2 kali dalam setahun. Temuan yang didapat dari hasil audit terbagi menjadi tiga kategori, yaitu temuan mayor, minor dan improvement. Temuan mayor diperoleh apabila ada klausul dalam ISO maupun OHSAS yang tidak dipenuhi. Temuan ini sangat mempengaruhi mutu produk. Temuan minor diperoleh apabila klausul-klausul sudah terpenuhi hanya saja pelaksanaannya tidak efektif, sedangkan improvementberupa temuan yang tidak begitu berpengaruh terhadap mutu produk, hanya saja akan lebih baik apabila temuan ini dilakukan dengan semestinya. Dalam pelaksanaan audit, keefektifan implementasi IMS diukur dengan tiga hal, yaitu dokumentasi, wawancara dan observasi. Persentase dokumentasi yang harus dipenuhi adalah 100%, wawancara sebanyak 75% dari target, serta 75% untuk observasi. Oservasi lapang dilakukan dengan cara mengamati dan merekam seluruh proses produksi serta terlibat langsung dalam kegiatan perusahaan untuk mendapatkan diagram alir proses secara rinci beserta aplikasi sistem manajemen mutu di PT. NI–PF. Informasi yang diperoleh dari hasil observasi lapang berupa informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan IMS kepada IMS championsserta mengenai proses produksi kepada karyawan dan supervisordi departemen produksi serta di departemen penunjang produksi untuk mengidentifikasi “good practices” dan mendapatkan gambaran mengenai kesesuaian standar yang digunakan dengan keadaan di lapangan. Studi pustaka dilakukan dengan caramencari referensi dan literatur di internet, perpustakaan, serta referensi yang dimiliki oleh perusahaan. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan informasi, data pelengkap, dan pembanding mengenai  integrated management systemuntuk mengetahui kesesuaian penerapan yang telah dilakukan oleh PT. NI-PF sekaligus sebagai masukan bagi perusahaan.

PROSES PRODUKSI
Skripsi ini juga memaparkan penjelasan mengenai proses produksi produk yang diteliti yaitu pembuatan kopi Nescafe. Pada skripsi ini menjelaskan bahawa pada dasarnya pengolahan kopi dari bahan baku hingga menjadi kopi yang dapat dikonsumsi mencakup 5 hal, yaitu penyangraian, penggilingan, ekstraksi, evaporasi, dan pengeringan semprot (spray drying).
1.        Penyangraian
Sebelum menuju proses penyangraian, biji kopi (green coffee) harus melalui proses tippingterlebih dahulu. Proses tippingbertujuan untuk memindahkan biji kopi dari karung ke dalam silo, sesuai dengan kualitas kopi yang akan digunakan. Selain itu dilakukan pembersihan biji kopi dari kotoran yang mungkin ada di dalam karung. Kopi yang berada di dalam karung diletakkan ke lubang tipping. Bagian bawah dari lubang tipping terhubung dengan screw conveyor, yang berfungsi untuk melakukan pemindahan biji kopi itu ke bawah bucket elevator. Bucket elevator ini akan mengangkat biji kopi ke tempat yang lebih tinggi di mana terdapat destoner. Bagian outlet dari bucket elevator ini terhubung dengan inletdestoner. Di dalam destoner inilah dilakukan pemisahan biji kopi dengan material lain seperti debu dengan cara dihisap oleh bag filter, paku/logam dengan menggunakan magnet trap dan kayu atau serat lainnya dengan cara vibrasi. Sesudah keluar dari destoner biji kopi tersebut ditiup dengan menggunakan bloweruntuk menuju silo.
Gambar 1 Skema Proses Tipping
Pada tahap ini biji kopi di sangrai dan diberikan panas yang berguna untuk mengoptimalkan aroma, menghilankan kadar air dan kadar karbon dioksida serta akan meningkatkan ukuran dan warna dari biji kopi tersebut. Penyaringan ini mengalirkan udara panas dengan temperatur sangat tinggi. Setelah warna biji kopi yang diinginklan sudah sesuai, maka proses selanjutnya adalah mendinginkan secara cepat dengan menggunakan air untuk menghentikan proses penyangraian. Selain itu terdapat fungsi penyaring juga yaitu untuk membentuk rasa yang diinginkan, untuk membentuk warna dan tekstur. Penyangraian yang kurang sempurna dan penyangraian yang berlebihan akan menurunkan kadar kopi untuk di ekstrak atau dapat disesbut juga dengan extractability. Gamabar 2 menunjukkan hasil dari proses penyangraian, yang dapat dilihat perubahan warna pada biji kopi.
Gambar 1 Proses Penyangraian Biji Kopi
2.        Penggilingan
Proses penggilangan ini bertujuan untuk memecah biji kopi yang telah di sangrai atau disebut dengan roasted coffe  di pecah menjadi ukuran yang lebih kecil dengan menggunakan mesin grinder. Proses ini juga bertujuan untuk menghilangkan kulit ari pada bij kopi. Proses ini juga berfungsi untuk memudahkan proses selanjutnya yaitu proses ekstraksi, karena kopi yang tidak halus akan menyebabkan proses ekstraksi semakin lama.         
3.        Ekstraksi
Proses ekstraksi merupakan proses melarutkan bubuk kopi yang sudah melewati proses penggilingan di larutkan hingga mendapatkan kopi dalam bentuk cairan. Proses ini menggunakan bantuan tekanan dan suhu yang sesuai.
4.        Evaporasi
Proses evaporasi ini untuk menguapkan larutan kopi cair yang telah diekstrak dan didapatkan ekstrak kopi yang lebih kental dan kadar air yang telah berkurang. Proses ini dilakukan pada mesin evaporator, yang memberikan tekanan panas sehingga uap air menguap dengan bantuan uap panas.
5.      Pengeringan
Proses ini merupakan mengubah bentuk kopi dari bentuk cair menjadi bentuk bubuk dengan bantuan suhu panas/dingin. Terdapat 2 metode pada proses ini yaitu metode pengeringan semprot dan pengeringan beku. Pengeringan semprot bekerja dengan menyemprotkan cairan kopi dengan udara yang panas dari ketinggian tertentu. Sedangkan pengeringan beku hampir sama dengan pengeringan semprot hanya saja pada pengeringan beku tidak di panaskan tetapi didinginkan sehingga uap air yang terdapat dalam larutan ekstrak kopi menjadi es sehingga didapatkan kopi bubuk.
Gambar 3 Proses Produksi Dari Biji Kopi Hingga Menjadi Kopi Instan
Produk kopi Nescafe selain kopi instan terdapat juga kopi mixes, kopi tersebut merupakan kopi dengan tambahan gula, krim dan bahan pelengkap lainnya seperti garam, kokoa dan lain-lain. Contoh produk Nescafe 3 in 1 original, Nescafe cappucino, Nescafe ice, dan lain-lain yang dalam aplikasinya semua itu dilakukan di dry mix(mencampur kering) atau mencampur bahan-bahan tersebut tanpa air sama sekali. Proses produksi coffe mixes sama dengan tahapan pada proses kopi instan lainnya. Hanya saja ada terdapat proses milling sugar yaitu proses untuk mencampur gula , dan proses weighing hopper proses pengukuran bahan-bahan yang digunakan, seperti melakukan proses menimbang secara otomatis sesuai formula yang telah di tentukan dengan menggunakan weighing hopper. Setelah itu adalah proses mixer, proses mixer merupakan pencampuran semua bahan sehinnga menghasilkan bubuk mix yang homogeny, pencampuran ini dilakukan pada mesin mixer.

HASIL DAN PEMBAHASAN
PT. Nestlé Indonesia – Panjang Factory yang merupakan anak perusahaan dari PT. Nestlé menghasilkan dua jenis produk kopi, yaitu kopi instan dan kopi mixes. Pada dasarnya proses produksi kedua jenis produk kopi ini terdiri dari penyangraian, penggilingan, ekstraksi, evaporasi dan pengeringan semprot (spray drying). Namun, perbedaan antara kedua kopi ini terletak pada proses setelah pengeringan semprot. Kopi instan akan mengalami proses dari teknologi aglomerasi, sedangkan proses ini tidak dilakukan pada kopi mixes. Pada kopi mixes, setelah dikeringkan dengan pengering semprot, bubuk kopi yang dihasilkan akan dicampur dengan bahan-bahan lain/premixsesuai dengan formula yang diinginkan. Pada umumnya bahan-bahan yang dicampurkan terdiri dari gula, krimer, flavor, garam dan bahan lainnya. Proses pencampuran antara kopi bubuk dan premixdilakukan tanpa air sama sekali.
1.        Kebijakan PT Nestle Indonesia Panjang Factory
PT Nestle Indonesia Panjang Factory memiliki selogan good food good life yang menggambarjan bahwa perusahaan nestle peduli akan kesehatan umat manusia dengan menghasilkan makanan yang sehat, aman, berkualitas, bergizi dan menyenangkan untuk dikonsukmsi.
2.    Integrated Management System
Menurut Whitelaw (2004), integrated management system adalah suatu sistem manajemen yang terdiri dari ISO 14001 ditambah paling tidak satu sistem manajemen lain. Baik kedua (atau lebih) sistem manajemen tersebut harus berjalan bersamaan dengan sistem manajemen lain dan dapat diaudit oleh suatu badan eksternal. IMS merupakan gabungan dari tiga sistem manajemen yang diterapkan secara bersamaan, yaitu ISO 9001 (sistem manajemen mutu), ISO 14001 (sistem manajemen lingkungan), dan OHSAS 18001 (sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja). Sistem manajemen tersebut dibuat oleh suatu organisasi independen, yaitu ISO (International Organization for Standardization) untuk ISO 9001 & 14001, dan BSI (British Standards Intitution) untuk OHSAS 18001. Ketiga sistem manajemen ini diakui secara internasional dan telah diadopsi, baik oleh institusi pemerintah, swasta, dll. PT. NI-PF hingga saat ini memiliki sistem manajemen internal mengenai mutu, lingkungan, dan K3. Sistem manajemen internal tersebut adalah Nestlé Quality System(NQS) yang ekuivalen dengan ISO 9001, Nestlé Environmental Management System(NEMS) yang ekuivalen dengan ISO 14001, serta Operational Safety, Health, and Risk Management System (OSHRMS) yang ekuivalen dengan OHSAS 18001. Hingga saat ini NQS adalah
panduan mutu bagi Nestlé yang menunjukkan cara pencapaian mutu dari sudut pandang Nestlé. Nestlé selalu menganggap bahwa sukses dibangun dari mutu. Lebih lanjut, mutu adalah keuntungan kompetitif dalam pemuasan kebutuhan konsumen. Mutu tersebut melingkupi perencanaan hingga pelaksanaan yang dilaksanakan oleh semua pihak dengan usaha bersama. NQS juga menggambarkan organisasi dan tanggung jawabnya dalam seluruh jajaran Nestlé, mulai dari pusat, daerah, divisi bisnis hingga pabrik, serta dalam hubungannya dengan pemasok. NQS digunakan untuk semua produk yang dijual menggunakan nama grup Nestlé. Tidak hanya itu, NQS juga digunakan oleh seluruh partner bisnis yang terlibat dalam produk-produk Nestlé. Sistem ini terdiri dari 36 elemen yang setaraf dengan klausul-klausul yang terdapat di dalam ISO 9001. Panduan dalam implementasi NQS terbagi menjadi dua, yaitu tingkat prioritas utama (First Priority Level), yaitu keamanan pangan, dan Advanced Level, yaitu konsistensi produk dan preferensi konsumen. Prioritas utama berupa persyaratan minimum absolut untuk menjamin kemanan pangan. Elemen-elemen dalam sistem mutu yang harus diimplementasikan secara menyeluruh, dipertahankan secara konstan, dan tidak dapat ditawar lagi, yaitu GMP, HACCP, pengawasan terhadap patogen pada lingkungan produksi, Quality Monitoring Scheme(QMS), kalibrasi instrumen, identifikasi lot, pengkodean, recall, dsb. Sebagai salah satu produsen makanan terkemuka, PT. Nestlé Indonesia memberikan perhatian yang sangat seriusterhadap masalah keamanan dari produk yang dihasilkan. Keamanan pangan adalah aspek mutu yang tidak bisa ditawar. PT. Nestlé Indonesia memberikan jaminan bahwa semua produk yang dihasilkan tidak akan menimbulkan bahaya kesehatan bagi konsumen. Jaminan tersebut diberikan dalam bentuk penerapan sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dalam seluruh proses produksi dari seluruh produk yang dihasilkan. Penerapan HACCP merupakan elemen yang tidak terpisahkan dari penerapan NQS. Sistem HACCP adalah suatu sistem yang mengidentifikasikan bahaya spesifik yang mungkin timbul dalam mata rantai produksi makanan dan tindakan pencegahan untuk mengendalikanbahaya tersebut dengan tujuan untuk menjamin keamanan pangan. HACCP merupakan alat yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penyakit atau luka akibat mengkonsumsi produk. Pihak manajemen Nestlé sangatberkomitmen untuk menggunakan prinsip-prinsip HACCP Code Alimentarius. Implementasi Nestlé GMP (NGMP) merupakan prasyarat yang sangat penting di dalam HACCP. HACCP juga merupakan pertimbangan utama dalam rantai suplai produk pangan, dimulai dari desain produk dan sumber bahan baku, termasuk aplikasi proses pada supplier, proses produksi, dan distribusi hingga persiapan dan konsumsi oleh konsumen akhir. Hal ini diistilahkan dengan “From Farm To Table”. Tanggung jawab manajemen adalah untuk menjamin bahwa tiap-tiap pabrik yang beroperasi benar-benar menjalankan HACCP. Sistem HACCP harus diterapkan oleh seluruh unit Nestlé di seluruh dunia. Dalam penerapannya, PT. Nestlé yang berkedudukan di Swiss telah menyusun panduan untuk menerapkan atau melakukan studi HACCP. Dengan demikian penerapan HACCP dilakukan seragam sesuai dengan standar Nestlé. Hal ini akan sangat berguna untuk mengembangkan sistem HACCP. Studi terhadap HACCP bertujuan mengevaluasi kemungkinan bahaya keamanan pangan, menghilangkan bahaya tersebut jika memungkinkan atau untuk menemukan cara dalam mengendalikan bahaya sampai pada tingkat yang aman. Studi tersebut merupakan cara untuk menemukan tahap kritis dalam rantai produksi dan distribusi yang harus dikendalikan untuk menjamin produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi. Meskipun terjadi transfer sistem manajemen, yaitu dari sistem manajemen internal menjadi IMS (NQS, NEMS, dan OSHRMS), namun ketiga sistem manajemen internal Nestlé masih tetap berlaku dan menunjang sistem yang baru. Hal ini dikarenakan sistem manajemen internal Nestlé lebih bersifat spesifik, yaitu sesuai denganciri khas operasional Nestlé sebagai perusahaan makanan, dibandingkan dengan IMS yang merupakan sistem manajemen yang lebih bersifat umum dan dapat diterapkan di berbagai jenis perusahaan. Perubahan sistem manajemen dari internal Nestlé menjadi IMS ini disebabkan oleh faktor dari luar dan daridalam Nestlé sendiri. Faktor dari luar adalah adanya tuntutan konsumen agar sistem manajemen internal Nestlé diubah menjadi sistem manajemen yang berlaku secara internasional, baik terhadap mutu, keselamatan dan kesehatan kerja, serta lingkungan. Faktor utama dari dalam diantaranya adalah adanya beragam sistem yang berjalan bersamaan, berbeda area implementasi dan tanggung jawab, serta konflik implementasi, pengendalian, dan pemeliharaan. Dengan demikian IMS diharapkan dapat menjadi pendekatan yang sinergis, menghemat waktu, usaha, dan biaya, mencegah konflik, pengulangan, dan duplikasi, serta memudahkan pemeliharaan dokumen, sehingga akan terbentuk sistem yang terstruktur dan terkendali.

Pelaksanaan internal audit dilakukan sesuai dengan waktu yang telah  direncanakan, untuk mengetahui apakah pelaksanaan IMS, proses, dan produk telah:
1.  Sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan,
2.  Sesuai persyaratan ISO 9001:2000, OHSAS 18001:1999 dan ISO 14001:2004
3. Sesuai terhadap persyaratan IMS yang telah ditentukan oleh PT. Nestlé Indonesia Panjang Factory.
4.  Sesuai terhadap persyaratan pelanggan dan perundang-undangan yang berlaku
5.  Secara efektif diterapkandan diimplementasikan.
Tahapan-tahapan dalam penerapan IMS adalah penyusunan dokumen
Process Mappingbeserta  Environmental Aspects(EA) dan  Hazard Identification and Risk Assessment(HIRA); pemenuhan persyaratan undangundang dan persyaratan lainnya; penyusunan dokumen dari level 1 hingga level 4; sosialisasi dan penerapan IMS; internal audit; management review meeting; serta continual improvement. Siklus plan, do, check, action dari ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001 dapat dilihat pada Gambar 8.
Pelaksanaan IMS pada akhirnya berguna untuk memastikan hal-hal yang berkaitan mutu, lingkungan, serta keselamatan dan kesehatan kerja.
a. Mutu
Mutu merupakan suatu karakteristik / sifat yang harus dimiliki suatu produk. Karakteristik tersebut harus sesuai dengan keinginan pelanggan, keamanan pangan, serta peraturan dan persyaratan yang berlaku yang dapat dipenuhi pada proses produksi dan penyerahan produk pada pelanggan. Pemastian akan mutu ini dilakukan oleh Nestlé melalui tiga tahapan, yaitu uraian mengenai definisi produk, penyesuaian terhadap regulasi internal maupun eksternal yang berlaku, dan penyesuaian dengan
Quality Monitoring Scheme (QMS). Oleh sebab itu, hal-hal yang harus dilakukan terhadap mutu adalah mengetahui QMS yang berlaku di setiap tahapan proses, hanya meneruskan dan melakukan proses atas bahan baku atau Work In Process (WIP) dan atau produk yang memenuhi ketentuan dalam QMS, serta memisahkan WIP atau produk yang tidak memenuhi ketentuan QMS dan melakukan investigasi sebagai tindak lanjut.
b. Lingkungan
Aspek penting lingkungan adalah aspek lingkungan yang dapat mengakibatkan dampak penting bagi lingkungan. Aspek penting lingkungan diantaranya adalah konsumsi sumber daya (air, listrik,material) yang tinggi, limbah (tidak berbahaya) dalam jumlah yang besar, limbah yang termasuk limbah bahan beracun dan berbahaya, pencemaran lingkungan akibat aktivitas (kebisingan, getaran, bau, asap, dll), serta pencemar spesifik seperti freon dan gas rumah kaca. Identifikasi terhadap aspek penting lingkungan di tiap proses dilakukan terhadap aspek-aspek yang berpotensi menimbulkan pencemaran, pemborosan sumber daya alam, serta yang dapat mengakibatkan bencana lingkungan.
c. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Nestlé melakukannya dengan cara melaksanakan identifikasi terhadap bahaya-bahaya yang beresiko tinggi, kemudian menyesuaikannya dengan peraturan, persyaratan serta norma-norma yang berlaku, lalu dilaksanakan dengan dibantu oleh prosedur pengelolaan yang ada.

DOKUMENTASI INTEGRATED MANAGEMENT SYSTEM
PT. NI-PF mempunyai kebijakan untuk mendokumentasikan IMS yang diterapkan dengan tujuan :
1. Untuk memastikan seluruh dokumen (internal atau eksternal) yang digunakan di PT. Nestlé Indonesia - Panjang Factory dalam keadaanterkendali.
2. Sebagai prasarana untuk pelatihan karyawan.
3. Sebagai pembuktian penerapan sistem.
4. Sebagai sumber informasi yang dapat digunakan pada saat akan melakukan perbaikan atau peningkatan proses maupun produk.
Dokumentasi IMS terdiri dari beberapa tingkatan dokumen, yaitu level 1, 2, 3, dan 4. Dokumen level 1 adalah Kebijakan dan Manual Nestlé, dokumen level 2 adalah prosedur yang menjabarkan proses-proses dan aktivitas-aktivitas utama yang ada di pabrik Panjang dengan ruang lingkup antar departemen. Dokumen level 3 adalah instruksi kerja yang merupakan dokumen praktis dan operasional di tiap-tiap line atau mesin dengan ruang lingkup di departemen tertentu, sedangkan dokumen level 4 berupa form-form dan standar yang digunakan baik dalam proses produksi maupun dalam proses-proses pendukungnya.

Document controller membuat daftar penarikan dokumen lama dan penyerahan dokumen baru sesuai dengan dokumen yang diterima dan yang diberikan, lalu ditandatangani sebagai tanda terima. Dasar penentuan masa simpan catatan adalah persyaratan pemerintah, persyaratan pelanggan, dan pertimbangan internal. Diagram alir pembuatan maupun revisi dokumen dapat dilihat pada Gambar 10.
1.        Kebijakan dan manual
Kebijakan dan manual merupakan dokumen level satu. Kebijakan adalah pernyataan mengenai komitmen manajemen puncak PT. Nestlé Indonesia terhadap mutu, lingkungan, dan K3. Manual adalah penjelasan dari kebijakan, yaitu pedoman yang menjelaskan mengenai penerapan IMS di lingkungan pabrik. Manual berisi administrasi, status revisi dan penjelasan revisi, pengendalian dokumen, prosedur permintaan, profil perusahaan, riwayat singkat, produk/jasa yang dihasilkan, dan struktur organisasi. Manual dengan jelas memaparkan pendekatan proses dan obyektif proses, identifikasi aspek penting lingkungan, identifikasi bahaya kerja resiko tinggi, serta kebijakan pengendalian mutu, K3, dan lingkungan, dengan menyertakan persyaratan dari acuan standar ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001.
2. Prosedur
Prosedur merupakan dokumen level tiga yang berlaku umum dan mengatur suatu aktivitas yang melibatkan lebih dari satu departemen. Prosedur menjabarkan proses-proses/aktivitas-aktivitas utama yang ada di pabrik Panjang dengan ruang lingkup antar departemen. Format prosedur PT. NI-PF dapat dilihat pada Tabel 3. Contoh prosedur yang belum terisi dapat dilihat pada Lampiran 6.
3. Instruksi Kerja/Working instruction (WI)
WI adalah dokumen level tiga yang merupakan penjelasan rinci dari pelaksanaan suatu aktivitas dalam prosedur yang pada umumnya dilakukan oleh satu jabatan atau posisi dengan mempertimabangkan kecakapan personel dan pengaruh aktivitas terhadap mutu. Format yangdigunakan berupa narasi dan gambar/foto/video. Contoh instruksi kerja  yang belum terisi dapat dilihat pada Lampiran 7.
4. Records / Catatan
Catatan adalah dokumen pendukung berjenis khusus, di PT. NI-PF disebut sebagai dokumen level 4. Pada pelaksanaannya, dokumen level 4 ini tidak hanya terdiri dari catatan (form dan checklist), tetapi juga terdiri dari standar, Quality Monitoring Scheme (QMS), EA/HIRA, job description, MSDS, dll. Catatan merupakan bukti implementasi sistem yang sesuai dengan persyaratan standar dan juga merupakan bentuk komunikasi antar departemen.
AUDIT INTERNAL
Ada dua tipe audit yang dibutuhkan dalam meregistrasi standar, yaitu audit oleh suatu badan sertifikasi eksternal yang biasa disebut sebagai audit eksternal, dan audit oleh staf internal yang telah di training untuk mengaudit yang disebut sebagai audit internal. Tujuannya adalah untuk meninjau perbaikan proses, menguji bahwa sistem berjalan dengan semestinya, mencari perbaikan dan memperbaiki atau mencegah masalah-masalah yang teridentifikasi (Anonim, 2007c).
Tabel 6 menunjukkan temuan-temuan di departemen QA. Prosedur pengendalian dokumen eksternal tidak tersedia. Document controller merupakan penanggung jawab dari temuan ini. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang dilakukan adalah segera mencetak dan mendistribusikan prosedur pengendalian dokumen eksternal ke departemen yang bersangkutan. Temuan lain yang berkaitan dengan dokumen adalah dokumen lama belum distempel ”obsolete” dan beberapa form belum diregistrasi. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang harus dilakukan adalah memberi stempel lalu menarik semua dokumen lama dari line. Tidak hanya itu, champions harus meregister dan memberi nomor semua form yang ada di areanya. Temuantemuan ini mengacu pada klausul IMS, yang terdiri dari ISO 9001, ISO 14001 dan OHSAS 18001, yaitu klausul 4.2.3 untuk ISO 9001 dan 4.4.5 untuk ISO 14001 dan OHSAS 18001.
Tabel 7 merupakan temuan hasil audit internal departemen Production (Filling/Packing) dan Application Group. Pada saat observasi, tidak terdapat dokumen yang menjelaskan peraturan pengoperasian alat angkat-angkut. Tidak tersedianya dokumen yang menjelaskan peraturan forklift menyebabkan operator forklift tidak mengetahui bahaya-bahaya yang dapat terjadi akibat mengoperasikan alat tersebut. Champion yang bertanggung jawab pada temuan ini harus membuat dokumen pengoperasian alat angkat-angkut beserta dokumen pelatihannya. Selain itu, prosedur keadaan darurat tidak pernah diuji coba secara teratur, tidak ada checklist atau record yang menyatakan bahwa prosedur tersebut telah dilaksanakan dengan semestinya. Kedua temuan ini berhubungan dengan ISO 14001 dan OHSAS 18001, yaitu klausul 4.4.6 mengenai pengendalian operasional.
Temuan-temuan di departemen Finance and Control (FICO) dapat dilihat pada Tabel 8. Terdapat 50% responden tidak mampu menjelaskan kebijakan QSHE pada saat interview audit internal. Hal ini dikarenaka kurangnya sosialisasi kebijakan QSHE pada karyawan. Temuan ini menjadi tanggung jawab HOD FICO. Persyaratan mengenai kebijakan yang berkenaan dengan temuan ini adalah ISO 9001 klausul 5.3, ISO 14001 dan OHSAS 18001 klausul 4.2. Selain itu, ditemukan pula status training matrix yang belum diperbarui. Tindakan yang harus dilakukan terutama oleh champions yang berwenang adalah memperbarui training matrix lalu mengkomunikasikannya pada seluruh karyawan. Temuan ini mengacu pada persyaratan ISO 14001 dan OHSAS 18001, yaitu klausul 4.1 mengenai tugas, tanggung jawab dan wewenang.
Daftar temuan di departemen Engineering dapat dilihat pada Tabel 9. Tidak jauh berbeda dengan departemen lain, pada departemen ini juga terdapat dokumen lama yang belum distempel “obsolete”. Sebagian dokumen lama tersebar dibeberapa bagian departemen ini sehingga tidak terbawa pada saat penyerahan dokumen lama kepada document controller. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang harus dilakukan adalah semua dokumen lama di area engineering dikumpulkan dan diserahkan kepada document controller untuk distempel dan disimpan.
Temuan-temuan di departemen Resources Planning Unit (RPU) dapat dilihat pada Tabel 10. Temuan pada departemen ini hampir sama dengan departemen Engineering, yaitu berupa temuan pada dokumen. Masih terdapat dokumen lama yang belum distempel ”obsolete”. Selain itu, WI P3K masih berupa dokumen lama. Champions harus segera mengganti WI yang lama dengan yang baru sesuai dengan persyaratan IMS serta memberi tanda ”obsolete” pada semua dokumen lama dan menariknya dari line. Kedua temuan ini berkaitan dengan persyaratan ISO 9001 klausul 4.2.3 serta ISO 14001 dan OHSAS 18001 pada klausul 4.4.5.
Daftar temuan di departemen Production (Manufacturing) dapat dilihat pada Tabel 11. Seperti temuan di departemen QA, di departemen ini tidak ada prosedur pengendalian dokumen eksternal. Selain itu, terdapat beberapa form belum diregistrasi. Kedua temuan ini berkenaan dengan persyaratan ISO 9001 klausul 4.2.3 serta ISO 14001 dan OHSAS 18001 pada klausul 4.4.5.
KESIMPULAN
PT. Nestlé Indonesia – Panjang Factory menghasilkan dua jenis produk
kopi, yaitu kopi instan dan kopi mixes. Adanya tuntutan perdagangan global agar produk mampu berdaya saing tinggi, antisipasi terhadap masyarakat yang dinamis dan kreatif, serta denganmemperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja  karyawannya, menggerakkan PT. NI-PF, umumnya Nestlé di dunia, untuk menerapkan Integrated Management System (IMS). Sejak berdirinya PT. NI-PF, perusahaan ini telah menerapkan sistem manajemen internal yang terdiri dari sistem manajemen mutu yang disebut Nestlé Quality System (NQS), sistem manajemen lingkungan yang disebut sebagai Nestlé Environmental Management System (NEMS), dan sistem manajemen K3 yang disebut Operational Safety, Health, and Risk Management System (OSHRMS). Ketiga sistem manajemen ini ekuivalen dengan ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001 yang ketiganya dikenal sebagai IMS. Dokumen yang digunakan di PT. NI-PF terdiri dari level 1 hingga level 4.  Proses penerapan IMS di PT. NI-PF terdiri atas penyusunan dokumen Process Mapping beserta Environmental Aspects (EA) dan Hazard Identification and Risk Assessment (HIRA). Proses sertifikasi ini dibantu oleh konsultan (InQuest Consulting) yang memberikan pelatihan serta membantu dalam penyusunan dokumen. Sampai saat kegiatan magang berakhir, proses sertifikasi baru mencapai tahap audit internal pertama. Berdasarkan hasil audit internal, didapatkan temuan-temuan yang berupa minor, mayor, dan improvement. Temuan yang berupa temuan minor diantaranya terdapat log book yang tidak ditandatangani, tidak ada record
hasil kalibrasi, Quality Monitoring Scheme yang belum update, prosedur keadaan darurat tidak diuji coba secara teratur, terdapat aktivitas yang memiliki aspek penting namun tidak diidentifikasi, ICP tidak dikalibrasi, dsb. Temuan improvement yaitu berupa dokumen eksternal (Nestec) belum didstribusikan, beberapa form dan dokumen elektronik belum diregistrasi, terdapat dokumen lama yang belum distempel “obsolete”, beberapa checklist, log book, dan log sheet belum diberi nomor, dokumen masih berada di meja SO, dsb. Terdapat pula temuan yang termasuk temuan mayor, yaitu adanya aktivitas tanpa dokumen, tidak adanya surat pengangkatan MR, tidak adanya dokumen komunikasi internal, tidak adanya dokumen audit terhadap supplier,
dan belum tersedianya dokumen mengenai pengendalian dokumen eksternal. Berdasarkan literatur, temuan mayor dapat menyebabkan suatu organisasi tidak lolos sertifikasi. Sehingga apabila dikaitkan dengan temuan mayor di PT. NI-PF dapat dikatakan bahwa PT. NI-PF belum dapat lolos dalam sertifikasi IMS. Namun, hal ini terjadi pada tahap audit internal pertama, sehingga apabila PT. NI-PF melaksanakan continual improvement dengan sungguh-sungguh maka perusahaan ini akan lolos pada audit eksternal yang berarti berhasil dalam sertifikasi IMS. Batas waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki setiap temuan berbeda-beda, disesuaikan dengan jenis temuan dan tingkat keparahan temuan. Secara keseluruhan, persentase implementasi IMS sudah mencapai 95,20%.

Sumber:
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/11736/F07ima.pdf;jsessionid=51DF71BE3933B75CB1017134F3EDA6C3?sequence=3
  berbeda-beda, disesuaikan dengan jenis temuan dan tingkat keparahan temuan. Secara keseluruhan, persentase implementasi IMS sudah mencapai 95,20%.

Sumber:
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/11736/F07ima.pdf;jsessionid=51DF71BE3933B75CB1017134F3EDA6C3?sequence=3